Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia menyimpan sumber energi bersih yang berlimpah, khususnya panas bumi atau yang bisa disebut emas uap. Tak main-main, potensi dari emas uap itu mencapai 27.000 Mega Watt (MW).
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan, dari potensi yang ada itu, kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di Indonesia baru sebesar 2.744 MW.
"Dari panas bumi, yang saat ini potensinya memang 27 GW, setelah kabinet yang baru, ini sudah bertambah, Pak. Jadi, saat ini yang terpasang tadinya 2,6 GW, sekarang sudah 2,71 GW," ucap Eniya dalam acara 11th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE), di Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Dalam kurun waktu lima tahun mendatang, pemerintah menggenjot tambahan kapasitas PLTP sebesar 1 GW. Sedangkan, dalam sepuluh tahun mendatang, pemerintah membidik tambahan kapasitas terpasang PLTP dalam negeri mencapai 5,2 GW. Hal itu tertuang dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034.
"Jadi, kita juga punya potensi untuk menjadi tempat belajar dari negara-negara lain, bisa belajar di tempat kita," tambahnya.
Untuk mendorong target tambahan kapasitas terpasang PLTP dalam negeri, pihaknya sudah mengimplementasikan pemangkasan proses perizinan pengembangan wilayah kerja panas bumi (WKP) menjadi 7 hari dari sebelumnya hingga 1,5 tahun lamanya.
Proses perizinan tersebut bisa dipersingkat lantaran sistem pengajuan izin sudah didigitalisasi melalui Online Single Submission (OSS). "Pak, sudah ada dua yang diberi izin. Dan saat ini izin itu keluar dengan lebih cepat. Dan waktu itu, kita laporkan bahwa pemenang lelang yang akan mendapatkan izin panas bumi, itu ada di Cisolok dan Nage, dan itu sudah keluar dengan izin hanya 7 hari," tandasnya.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebutkan potensi besar energi panas bumi di Indonesia perlu diiringi dengan harga listrik yang realistis dan menguntungkan investor sekaligus tidak membebani negara.
"Makanya, barang ini seperti emas, namanya emas uap. Ini, emas uap. Dan harganya pun yang pemerintah telah terapkan cukup ekonomis," katanya dalam acara 11th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE), di Jakarta, Rabu (17/9/2025).
Bahlil merinci, pemerintah menetapkan harga jual listrik panas bumi sebesar US$ 9,5 sen per kilowatt-hour (kWh) untuk 10 tahun pertama. Setelah itu, tarifnya turun menjadi US$ 7,5 sen per kWh untuk 20 tahun berikutnya.
Namun, menurut perhitungannya, harga tersebut masih bisa memberikan keuntungan lebih cepat jika biaya investasi dilakukan secara efisien dan tidak dimarkup berlebihan.
"Tapi, hitungan saya sebagai mantan pengusaha, kalau Capex-nya tidak dimarkup, paling tinggi 8 tahun break-even point. Jadi, jangan dibilang bahwa itu 10 tahun. 8, ya sudah lah, jelek-jelek 9 tahun," tambahnya.
Harga tersebut dinilai cukup menarik bagi investor, apalagi dengan jaminan listrik yang dihasilkan akan diserap oleh PLN dan sektor industri
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Lewat Panas Bumi, RI Komitmen Jadi Pemimpin Energi Terbarukan