Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menanggapi rencana aksi warga Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, yang mengeluhkan bau dari fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF) Rorotan. Pramono mengakui persoalan yang terjadi bukan pada pengelolaan fasilitas RDF-nya, melainkan pada sistem pengangkutan sampah yang belum berjalan optimal.
"Ya, jadi RDF Rorotan sebenarnya permasalahannya bukan di RDF-nya, karena sebenarnya kita sudah commissioning sampai dengan 1000-1200. Saya mengakui secara jujur, problemnya adalah di pengangkutan dan sampahnya," kata Pramono di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Senin (3/11/2025). Pramono menjawab pertanyaan wartawan soal RDF Rorotan yang mau didemo lagi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Pramono, bau menyengat yang dikeluhkan warga muncul karena ada keterlambatan dalam proses pengangkutan sampah menuju fasilitas RDF. Sampah yang seharusnya diolah dalam rentang dua hingga lima hari justru menumpuk di lapangan lebih lama.
"Harusnya di Rorotan itu sampahnya tidak boleh lebih dari 2 sampai 7 hari, 2 sampai 5 hari. Nah, kemarin mobil yang mengangkut itu air lindinya bertebaran. Itu yang kemudian menyebabkan yang pertama bau ke mana-mana," ujarnya.
"Yang kemudian yang kedua, ketika sampah yang tadi belum diolah, itu sudah menimbulkan bau," tuturnya.
Meski begitu, Pramono menegaskan RDF Rorotan secara teknis sebenarnya sudah berfungsi dengan baik dan siap mengolah sampah sesuai kapasitasnya. Ia juga berjanji akan turun langsung meninjau lokasi serta menerima perwakilan warga yang mengeluhkan dampak dari pengoperasian RDF tersebut.
"Padahal untuk Rorotannya sendiri sebenarnya sudah tertangani. Dan mungkin dalam waktu dekat saya akan ke lapangan dan saya juga akan menerima warga yang mengeluh tentang RDF Rorotan. Karena RDF Rorotan apa pun harus diselesaikan," tegasnya.
Dilansir dari Antara, seperti dilihat pada Senin (3/11), warga dari sejumlah perumahan di Jakarta Timur meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menghentikan operasional RDF Palnt Rorotan yang tidak mampu memenuhi Standar Operasi Prosedur (SOP), sehingga berdampak bagi lingkungan dan kesehatan warga.
"Kami mendesak agar RDF Plant Rorotan ditutup atau berhenti beroperasi demi menjaga kesehatan, kenyamanan, dan kualitas lingkungan hidup warga," kata Koordinator Forum Warga yang juga Ketua RT 18 Cakung Timur (Shinano, Mahakam & Savoy JGC) Wahyu Andre Maryono di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan berdasarkan fakta di lapangan ditemukan adanya pelanggaran SOP dan janji terkait operasional. Pihaknya meminta agar pengelola RDF Plant Rorotan untuk memperbaiki seluruh SOP dan menepati janji yang disepakati saat uji coba RDF Plant, mulai dari menutup rapat pintu gudang atau pabrik saat bongkar muat dan penyimpanan sampah untuk menahan penyebaran bau.
Kemudian, memastikan hanya mobil kompaktor tertutup rapat dan laik jalan yang digunakan untuk mengangkut sampah guna mencegah sampah tercecer dan mengakibatkan tumpahan air lindi di jalanan.
"Operasional fasilitas ini yang hingga saat ini masih menimbulkan dampak negatif dan mengganggu kenyamanan serta kesehatan lingkungan warga," kata Wahyu.
Aktivitas bongkar muat dan penyimpanan sampah di gudang atau pabrik RDF, kata dia, masih menimbulkan bau menyengat yang sangat mengganggu. Warga mendapatkan proses ini tidak dilakukan sesuai dengan SOP yang disepakati yaitu gudang dibiarkan pintunya terbuka.
Dia berpendapat bau busuk dari sampah menyebar luas ke seluruh area sekitar RDF Plant Rorotan dan merusak kualitas udara dan kenyamanan hidup warga. Warga juga menyoroti pelanggaran janji penggunaan armada pengangkut sampah tertutup mengingat tidak semua pengangkutan sampah menuju pabrik RDF Rorotan menggunakan mobil kompaktor tertutup sesuai dengan janji yang telah disampaikan oleh pihak pengelola RDF.
Menurut Wahyu, banyak truk yang masih menggunakan kompaktor model lama yang pintu belakangnya tidak tertutup rapat saat membawa sampah. "Kondisi ini menyebabkan sampah di dalamnya berceceran dan yang lebih memprihatinkan, air lindi tumpah di sepanjang jalan irigasi BKT yang lokasinya sangat berdekatan dengan perumahan warga. Ini berpotensi besar mencemari lingkungan dan menimbulkan sumber penyakit," kata dia.
(bel/isa)


















































