Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah dibuka melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan hari ini, Rabu (10/12/2025). Menjelang pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Federal Reserve).
Melansir data Refinitiv, rupiah Garuda dibuka di posisi Rp16.670/US$ atau melemah sebesar 0,06%. Padahal, pada perdagangan sebelumnya, rupiah masih mampu menguat 0,15% dan ditutup di level Rp16.660/US$.
Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) pada pukul 09.00 WIB terpantau bergerak menguat tipis 0,02 di level 99,233, setelah pada perdagangan sebelumnya menguat sekitar 0,15%.
Ketua Bidang RIset dan Kajian Ekonomi dan Perbankan Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas), Aviliani menjelaskan peluang penguatan rupiah pada akhir tahun masih terbuka.
Adapun kebijakan pemerintah yang mewajibkan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) 100% penempatan hanya di bank BUMN atau Himbara selama 12 bulan. Kebijakan tersebut dapat menambahkan pasokan valuta asing ke dalam negeri.
"Kan nanti ada policy DHE tahun depan seharusnya rupiah bisa menguat dong karena cukup besr dana ygang akan masuk dari SDA," ujar Aviliani setelah acara Perbanas CEO Forum Economic Outlook di Jakarta, Rabu (10/12/2025).
Aviliani pun menyoroti bahwa pelemahan mata uang tak hanya terjadi di Indonesia. Berbagai ketidakpastian glibal membuat hampir seluruh negara mengalami tekanan kurs.
Melansir data Refinitiv, Ringgit Malaysia tercatat melemah 0,12% ke level 4,118/US$. Dolar Taiwan turut terdepresiasi 0,13% ke posisi 31,167/US$, diikuti dong Vietnam yang melemah 0,09% ke level 26.364/US$.
Rupee India juga melemah 0,03% ke posisi 89,918/US$, sementara baht Thailand turun 0,03% ke 31,83/US$ dan won Korea Selatan melemah tipis 0,02% ke level 1.469,66/US$.
"Memang sekarang ini kan susahnya bukan Indonesia sih, hampir berbagai negara juga mengalami pelemahan mata uang juga kan, karena ini kan dengan ketidakpastian orang ya ada yang beli emas, kemudian juga menyimpan," ujarnya.
Maka dari itu, dirinya memperkirakan rupiah akan bergerak pada level 16.600 hingga akhir tahun. "Kalau dilihat dari BI dan beberapa lembaga juga sih, sebenarnya mencoba mempertahankan di level 16.600/US$," ujarnya.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]


















































