Perang Saudara Tetangga RI Memanas Lagi, China Ikut Terlibat

7 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Junta militer Myanmar kembali menunjukkan dominasinya setelah merebut sejumlah wilayah strategis dari tangan pemberontak, termasuk kota Kyaukme dan Hsipaw di Negara Bagian Shan. Keberhasilan ini ditopang oleh serangan udara tanpa henti dan dukungan teknologi militer dari China.

Kyaukme, kota yang sebelumnya dikuasai Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA), kini porak poranda akibat serangan udara harian.

"Pertempuran sengit terjadi setiap hari, di Kyaukme dan Hsipaw. Tahun ini militer memiliki lebih banyak tentara, lebih banyak senjata berat, dan lebih banyak kekuatan udara," ujar juru bicara TNLA, Tar Parn La, kepada BBC, dikutip Kamis (23/10/2025).

Pengamat menilai kemenangan cepat militer dalam waktu tiga minggu menggambarkan pergeseran keseimbangan kekuatan di medan perang Myanmar, yang kini kembali berpihak pada junta. Serangan udara besar-besaran dengan bom seberat 220 kilogram, artileri berat, serta penggunaan drone dan paralayang bermotor membuat pasukan pemberontak tak mampu bertahan.

Analis militer menilai keberhasilan junta juga dipengaruhi oleh bantuan militer dan diplomatik dari China. Beijing disebut telah memasok ribuan drone, melatih unit-unit tempur Myanmar, serta menjanjikan dukungan teknis dan finansial bagi pelaksanaan pemilu. Langkah ini dinilai sebagai upaya China menjaga stabilitas di kawasan perbatasannya.

"Meskipun Beijing tidak menyukai kudeta 2021, mereka menentang kekacauan dan perang di Myanmar," ujar Menteri Luar Negeri China Wang Yi pada Agustus lalu.

Sementara itu, seorang peneliti di Institut Studi Strategis Internasional Morgan Michaels menilai, "China tidak ingin melihat keruntuhan negara di Myanmar. Ketika rezim militer tampak akan goyah, Beijing justru turun tangan untuk menstabilkan situasi."

Myanmar merupakan mitra strategis bagi China, dengan posisi geografis penting sebagai jalur perdagangan menuju Samudra Hindia serta lokasi investasi besar di sektor minyak, gas, dan infrastruktur.

Namun, langkah Beijing mendukung junta juga menuai kritik, karena dinilai memperpanjang perang saudara yang telah menewaskan ribuan orang dan memaksa jutaan warga mengungsi sejak kudeta 2021.

"Militer telah membakar lebih dari 100 ribu rumah di wilayah kering," kata Michaels.

"Kekerasannya begitu besar hingga hampir tidak ada warga yang tidak terdampak. Perdamaian masih jauh dari kenyataan."


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Tetangga RI Cabut Status Darurat Nasional, Perang Saudara Berakhir?

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |