Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan baru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang individu dan institusi memesan saham penawaran umum perdana (IPO) dalam jumlah besar didukung pelaku pasar. Hal in dikatakan dapat meningkatkan partisipasi investor ritel, kendati ada implikasi besar ke pergerakan saham IPO ketika masuk pasar.
Seperti diketahui, SEOJK Nomor 25/SEOJK.04/2025 yang baru dirilis OJK mengatur tentang perubahan alokasi efek penawaran umum untuk ritel. Regulasi baru ini ditetapkan pada 17 November 2025 dan mulai berlaku pada tanggal yang sama. Regulasi baru tersebut memiliki beberapa perubahan penting dibandingkan regulasi sebelumnya, yakni SEOJK Nomor 15/SEOJK.04/2020.
SEOJK baru itu mengubah porsi alokasi efek untuk penjatahan terpusat ritel dan non-ritel. Pada regulasi sebelumnya, porsi ritel hanya 1/3 dari total penjatahan terpusat, sedangkan pada regulasi baru porsi ritel naik menjadi 1/2 dari total penjatahan terpusat.
Andrian Wijaya, CEO dan founder Venturewise, mengaku sepakat dengan aturan ini. Sebab, selama ini, dalam pooling, hanya segelintir pihak saja yang mendapatkan saham, karena bebas mengajukan penawaran.
"Dengan adanya SE itu, ritel mempunyai hak memiliki saham IPO lebih banyak dari sebelumnya. Pembagian IPO lebih merata untuk ritel dan nonritel. Jadi, keresaham ritel terjawan" kata dia, Kamis (4/12/2025).
Namun, dia menyatakan, perubahan aturan ini akan berdampak pada volatilitas harga saham IPO. Besar kemungkinan kinerja saham IPO tidak sementereng tahun ini, karena saham tersebar ke banyak pihak. Volatilitas akan tinggi dan harga tidak bergerak ke satu arah alias menguat.
Dia mencatat, dari 24-25 IPO tahun ini, kebanyakan kinerjanya positif, terlihat pada ARA selama berhari-hari, berkat keleluasaan pemesanan investor berkantong tebal dan institusi. Hanya 1-3 saham IPO yang kinerjanya buruk.
"Hal itu menandakan screening IPO tahun ini bagus. Selain itu, dengan peraturan lama, semua investor bisa nembak saham sesuai dana yang dimiliki," kata dia.
Dia melihat SE OJK itu sangat ketat. Satu rekening dana nasabah (RDN) hanya bisa memesan 10%, kendati punya banyak akun di sekuritas berbeda.
Sebelumnya, OJK menginformasikan, batas pemesanan IPO pada penjatahan terpusat (pooling) adalah 10% dari nilai efek yang ditawarkan Jika tingkat pemesanan melebihi batas tersebut, pemesanan tidak akan diproses dan dikembalikan kepada calon investor untuk dilakukan penyesuaian kembali. Regulasi sebelumya tidak mengatur mengenai batas pemesanan maksimum.
SEOJK yang baru mengubah struktur golongan penawaran umum, dari sebelumnya 4 golongan menjadi 5 golongan. Perubahan utama terdapat pada golongan penawaran umum dengan nilai efek sampai Rp 250 miliar, yang sebelumnya merupakan golongan 1, dengan minimum alokasi efek yang ditawarkan di atas 15% atau Rp, sekarang dipecah menjadi dua golongan dengan minimum alokasi efek untuk golongan terkecil adalah sebesar 20% atau Rp 10 miliar. Pemecahan golongan ini dilakukan untuk mengakomodasi penawaran umum dengan nilai efek yang lebih kecil, agar memiliki jumlah alokasi efek yang lebih besar.
SEOJK itu juga mengatur jumlah minimum alokasi efek ketika terjadi kelebihan pemesanan (oversubscribed). Perubahan utama terdapat pada golongan 1 di regulasi baru, di mana alokasi minimum perlu disesuaikan ke kisaran 22,5-30% berdasarkan tingkat kelebihan pemesanan. Sebelumnya, alokasi minimum untuk golongan 1 perlu disesuaikan ke kisaran 17,5-25% berdasarkan tingkat kelebihan pemesanan.
(ayh/ayh)
[Gambas:Video CNBC]


















































