Menata Ulang Tambang RI Demi Cuan Berkelanjutan

1 month ago 7

Jakarta, CNBC Indonesia - Di bawah permukaan bumi Indonesia terhampar kekayaan luar biasa mulai dari nikel, emas, batu bara, bauksit hingga tembaga. Tanpa pengelolaan yang berkelanjutan, tambang Indonesia bisa menuju kehancuran.

Buku Grand Strategy Mineral dan Batu bara: Arah Pengembangan Hulu Hilir menyebut praktek pertambangan di Indonesia sudah dimulai jauh sebelum merdeka yakni penggalian emas di Gunung Ophir, di Sumatera yang menyimpan endapan logam emas.

Jejak eksplorasi mulai kencang di era kolonial dan terus berkembang hingga Indonesia menuju era hilirisasi seperti sekarang ini.

Jejak panjang itu tentu saja hadir karena Indonesia diberkahi dengan harta kekayaan tambang mineral dan batu bara (minerba) yang sangat luar biasa.

Kementerian ESDM memperkirakan kekayaan minerba, termasuk dalam bentuk cadangan, setara US$ 4 triliun atau Rp 65.084 triliun (asumsi kurs Rp 16.271 per US$).

Kekayaan yang melimpah tersebut tentu mendatangkan banyak manfaat berupa pendapatan negara, penciptaan lapangan kerja, hingga menggerakkan ekonomi domestik.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan selama kurun waktu 2019-2023, kontribusi ekspor sektor pertambangan dan lainnya terhadap total ekspor nonmigas rata-rata sebesar 18,34%

Pertambangan juga menyumbang penerimaan negara yang tak sedikit. Data MODI Kementerian ESDM menunjukkan penerimaan negara dari minerba terus melonjak.

Dalam delapan tahun terakhir (2016-2023), rata-rata sektor pertambangan tumbuh 13% dan berkontribusi sebesar 8,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Namun, sektor pertambangan juga kerap disorot karena beragam isu.

Selama bertahun-tahun, sektor pertambangan sering dibayangi cerita miring. Di antaranya praktik ilegal, tumpang tindih izin, kerusakan lingkungan, hingga konflik dengan masyarakat adat.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat potensi kerugian negara akibat praktik tambang yang tak tertib mencapai Rp 133,6 triliun dalam periode 2006-2016. Transaksi gelap, pelaporan fiktif, dan pengabaian pajak jadi penyebab utamanya.

Tak kalah mengkhawatirkan, Kementerian ESDM menyebut lebih dari 2.700 titik Pertambangan Tanpa Izin (PETI) tersebar di seluruh Indonesia. Tambang gelap ini merusak hutan, mencemari sungai, dan memicu konflik sosial.

Menambang Masa Depan: Jalan Panjang Perbaikan Tata Kelola Tambang di Indonesia

Di tengah banyaknya persoalan itulah, lahir desakan untuk membenahi tata kelola pertambangan.

Beragam perbaikan tata kelola perbaikan sudah dilakukan oleh pemerintah ataupun perusahaan. Perusahaan tambang besar seperti MIND ID bahkan mengembangkan kerangka strategis untuk program kelanjutan seperti "Sustainability Pathway" guna memperbaiki tata kelola.
Salah satu langkap penting Indonesia dalam mengembangkan tambang berkelanjutan adalah memulai transparansi dan keterbukaan data.

Melalui implementasi Extractive Industries Transparency Initiative (EITI), penerimaan negara dari royalti, pajak, hingga dana reklamasi ditampilkan secara terbuka.
Pemerintah juga memperbaiki aturan ijin tambang agar tidak tumpeng tindih, memperketat dokumen AMDAL, hingga mengikuti standar audit internasional.

Terobosan penting lainnya adalah perubahan aturan RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya). Jika sebelumnya perusahaan wajib menyusun RKAB setiap tahun, kini cukup sekali setiap tiga tahun. Langkah ini diharapkan bisa membuat proses perizinan jadi lebih cepat sehingga perencanaan perusahaan juga makin tepat.

Lebih jauh, pengawasan hukum juga diperkuat. Pemerintah akan membentuk Satgas khusus, agar seluruh proses tambang tidak hanya legal, tapi juga diawasi dan ditegakkan.
Keterlibatan aparat hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung dalam perbaikan tata kelola juga makin besar.

KPK mendorong perbaikan lewat pengawasan ketat terhadap Izin Usaha Pertambangan (IUP) bermasalah dan pelaksanaan Stranas PK di sektor sumber daya alam. Transparansi diperkuat lewat sistem digital seperti MODI dan e-PNBP, serta pengawasan reklamasi tambang. KPK juga menelusuri berbagai kasus korupsi dan kerugian negara akibat tambang ilegal, seperti di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tenggara.

Sementara itu, Kejaksaan mengambil peran tegas di lapangan: menindak pelaku tambang ilegal, menyita alat berat, dan mendampingi pemerintah dalam pengambilan keputusan hukum tambang. Lewat Satgas Mafia Tambang, lembaga ini turut menyelamatkan aset negara dari praktik-praktik tambang liar yang merusak.

Pages

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |