Malam Genting: 4 Keputusan The Fed Ini Akan Mengubah Dunia

2 hours ago 1

Elvan Widyatama,  CNBC Indonesia

10 December 2025 17:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Perhatian pasar global akan tertuju pada pengumuman keputusan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve, yang akan merilis hasil rapat dalam Federal Open Market Committee (FOMC) pada Rabu (10/12/2025) waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia.

Dalam pertemuan FOMC sebelumnya pada 28-29 Oktober 2025, The Fed memutuskan kembali memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin ke kisaran 3,75%-4,00%. Keputusan tersebut menjadi pemangkasan suku bunga kedua sepanjang tahun ini.

Pada pertemuan kali ini yang berlangsung pada 9-10 Desember 2025, berdasarkan survei CME FedWatch Tool, pelaku pasar memproyeksikan peluang sebesar 87,6% bahwa The Fed akan kembali melanjutkan pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin ke level 3,50%-3,75%.

Proyeksi Suku Bunga The FedFoto: CME FedWatch Tool
Proyeksi Suku Bunga The Fed

Ekspektasi tersebut muncul di tengah kondisi perekonomian AS yang masih diliputi ketidakpastian, serta perbedaan pandangan di antara para pejabat The Fed. Tekanan turut diperparah oleh penutupan pemerintahan AS (government shutdown) yang kembali terjadi sejak 12 November 2025 dan berlangsung selama 43 hari.

Kondisi tersebut menyebabkan banyak rilis indikator ekonomi AS tertunda, dan baru dipublikasikan dalam beberapa waktu terakhir, terutama laporan data pasar tenaga kerja AS yang menjadi salah satu acuan utama The Fed dalam menentukan arah suku bunga.

Pelaku pasar pun kini menantikan bagaimana arah kebijakan moneter The Fed ke depan. Berikut ini sejumlah faktor utama yang akan menjadi sorotan dari hasil rapat FOMC kali ini.

1. Pemangkasan suku bunga

Pelaku cukup besar ekspektasinya bahwa The Fed akan memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin untuk ketiga kalinya tahun ini.

Pemangkasan tersebut dipandang sebagian besar pelaku pasar sebagai langkah lanjutan untuk menyesuaikan suku bunga, seiring inflasi yang mulai melandai dan momentum pertumbuhan ekonomi yang kian kehilangan tenaga.

2. Dot Plot The Fed & Arah Suku Bunga 2026

Selain keputusan suku bunga, pelaku pasar juga akan menantikan Dot Plot terbaru yang akan dirilis bersamaan dengan proyeksi ekonomi AS.

Seperti diketahui, dot plot The Fed hanya keluar pada rapat FOMC yang disertai proyeksi ekonomi (Summary of Economic Projections/SEP) tiap empat bulan yakni pada Maret, Juni, September, dan Desember.

Dot plot adalah sebuah grafik yang menggambarkan perkiraan suku bunga acuan dari setiap anggota FOMC untuk periode saat ini, dua tahun mendatang, serta proyeksi jangka panjang. Setiap titik mewakili pandangan satu anggota mengenai level suku bunga yang dianggap sesuai dengan kondisi ekonomi.

Dot Plot dapat menjadi indikasi arah kebijakan moneter dalam jangka pendek, dengan memperlihatkan apakah para anggota FOMC melihat perlunya penurunan suku bunga lebih lanjut ke depannya atau justru mempertahankannya. Dot plot inilah yang akan menjadi acuan utama arah kebijakan moneter hingga 2026.

Sejumlah ekonom memperkirakan dot plot masih akan mencerminkan adanya pemangkasan tambahan pada 2026, tetapi dengan laju yang jauh lebih hati-hati.

Ada yang memproyeksikan tiga kali pemangkasan lanjutan dalam tiga pertemuan ke depan karena pasar tenaga kerja diperkirakan terus melemah.

Namun, ada pula pandangan yang menyebut dua kali pemangkasan tambahan pada pertengahan tahun depan lebih dipengaruhi oleh faktor pergantian kepemimpinan di The Fed ketimbang kebutuhan ekonomi yang benar-benar mendesak.

Dot plot SeptemberFoto: The Fed
Dot plot September

Mengacu pada dot plot terakhir yang dirilis pada September 2025, The Fed saat itu masih mengisyaratkan adanya dua kali pemangkasan suku bunga tambahan sebelum akhir tahun.

Namun, di balik sinyal tersebut muncul perbedaan pandangan yang cukup tajam di internal bank sentral.

Dari total 19 peserta FOMC, sembilan orang hanya memproyeksikan satu kali pemangkasan lagi, sementara 10 peserta memperkirakan dua kali pemangkasan, yang berarti mencakup rapat Oktober dan Desember.

Bahkan, terdapat satu pejabat yang tidak menginginkan adanya pemangkasan sama sekali, termasuk terhadap penurunan suku bunga yang sudah diumumkan.

Sikap ini mencerminkan kuatnya tarik-menarik antara kubu dovish dan hawkish di tubuh Federal Reserve.

Kelompok dovish masih melihat ruang pelonggaran lanjutan sebagai respons atas perlambatan ekonomi dan melemahnya pasar tenaga kerja. Sebaliknya, kelompok hawkish menilai risiko inflasi yang kembali menguat masih terlalu besar untuk membuka ruang pemangkasan yang terlalu agresif.

3. Nada Komunikasi Jerome Powell & Perpecahan di Internal The Fed

Konferensi pers Ketua The Fed Jerome Powell setelah pengumuman suku bunga akan menjadi momen kunci yang paling ditunggu pasar.

Nada dan pemilihan kata yang digunakan Powell berpotensi memperkuat atau justru mengoreksi reaksi awal pasar terhadap keputusan suku bunga dan dot plot.

Sejauh ini, perbedaan pandangan di internal The Fed semakin kentara. Beberapa pejabat The Fed menilai belum ada urgensi yang kuat untuk terus memangkas suku bunga, mengingat inflasi masih berada di atas target dan sebagian faktor pendorong inflasi bersifat struktural. Sementara itu, kalangan yang lebih dovish menyoroti pelemahan permintaan, kenaikan tingkat pengangguran, serta risiko pengetatan kebijakan yang terlalu lama terhadap pertumbuhan ekonomi.

4. Respon The Fed Terhadap Data Inflasi AS

Government shutdown yang berkepanjangan membuat rilis sejumlah indikator ekonomi resmi, termasuk data inflasi, mengalami keterlambatan. Data inflasi terbaru yang tersedia masih mengacu pada inflasi inti Personal Consumption Expenditures (PCE) untuk September, yang menunjukkan inflasi berada di kisaran 2,5%-2,8% secara tahunan. Angka tersebut memang turun tipis dibanding bulan sebelumnya, tetapi tetap cukup jauh dari target inflasi 2%.

PCE USFoto: U.S. Bureau of Economic Analysis
PCE US

Bagi The Fed, tren melandai ini membuka ruang untuk normalisasi kebijakan suku bunga, tetapi belum cukup kuat untuk menyatakan bahwa misi pengendalian inflasi benar-benar selesai.

Sejumlah ekonom mengingatkan bahwa apabila The Fed terus memangkas suku bunga dalam waktu yang relatif singkat, risiko inflasi kembali menguat akan meningkat, terutama bila stimulus fiskal dan konsumsi rumah tangga belum sepenuhnya mendingin.

Karena itu, pasar akan mencermati dengan saksama bagaimana The Fed menilai perkembangan inflasi terbaru yang datanya tertunda, bagaimana proyeksi inflasi hingga 2026 dalam proyeksi kuartalan yang dirilis bersamaan dengan FOMC, serta bagaimana bank sentral menyeimbangkan antara target inflasi dan kebutuhan menopang pertumbuhan ekonomi.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |