Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyoroti kasus korupsi yang melibatkan empat gubernur di Riau dalam beberapa tahun terakhir. Boyamin menilai hal itu terjadi lantaran biaya politik yang cukup tinggi.
"Penyebab utama kepala daerah itu karena, biaya politik tinggi, yaitu untuk menuju kepala daerah itu dana kampanye, dana juga mendapatkan rekomendasi dari partai politik itu juga tidak gratisan, maka dia sangat banyak (biaya) untuk menuju kepala daerah," kata Boyamin kepada wartawan, Jumat (7/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan akibatnya, banyak kepala daerah yang telah terpilih berupaya untuk mengembalikan modal awalnya. Salah satu caranya, kata dia, dengan melakukan praktik korupsi.
"Apa yang terjadi? Kalau toh dia orang kaya pun harus balik modal, minimal, apalagi dalam kasus Riau ini diduga juga ingin lebih kaya raya, maka otomatis potensi untuk korupsi itu besar. Jadi kuncinya itu membuat politik tidak berbiaya tinggi," ujar dia.
Boyamin mengusulkan agar gubernur ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat untuk mencegah adanya praktik korupsi. Terlebih, menurutnya, gubernur bukan bagian otonomi daerah sesuai UUD 1945.
"Maka jabatan gubernur ya dihilangkan saja dari sisi pilkada, maksudnya tanpa pilkada, saran saya gubernur ditunjuk pemerintah pusat yang ada di daerah," katanya.
"Jadi artinya ditunjuk aja kaya penjabat (pj) gubernur kemaren, rata-rata malah bagus selama 2 tahun itu, relatif nggak ada yang korupsi dan menjalankan pemerintahannya dengan baik, mengurus anggaran dengan baik, membuat tata kelola pemerintahan yang baik juga gitu," sambungnya.
Selain itu, Boyamin menilai KPK harus memaksa pemerintah agar membuat tata kelola pemerintahan yang baik. Dia mengatakan semua hal yang berpotensi menjadi celah korupsi untuk ditutup.
"Yang dioprek itu kan mutasi promosi, proyek-proyek, (terus) izin, izin tambang, izin bangunan, segala macam itu yang dioprek, maka tiga hal itu dipastikan transparansi, kepastian," jelasnya.
Menurutnya, KPK tidak bisa terus menerus melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Boyamin menegaskan perlu ada perubahan tata kelola yang lebih baik.
"Tata kelola yang transparan kompetitif dan akuntabel itu harus, sehingga tidak ada celah korupsi, sehingga tidak akan terulang, kita paksa gubernur tidak bisa korupsi lagi," ujarnya.
Lebih lanjut, Boyamin mendesak agar pemerintah dan DPR segera mengesahkan RUU Perampasan Aset. Menurutnya, dengan RUU Perampasan Aset, para pejabat akan takut melakukan korupsi.
"Orang akan takut, akan dimiskinkan, bahkan kalau perlu harta warisan pun bisa disita, karena ditugasin negara untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, tapi dia korupsi kan berarti khianat, maka hukuman tambahannya, hartanya dirampas pun jadi boleh harusnya," tuturnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan Abdul Wahid, Dani M Nursalam selaku Tenaga Ahli Abdul Wahid, dan Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau M Arief Setiawan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dan/atau penerimaan gratifikasi.
Abdul Wahid menjadi Gubernur Riau yang keempat terjerat kasus korupsi. KPK berharap kasus Abdul Wahid menjadi pengingat bagi seluruh pejabat di Riau.
"Ini adalah keprihatinan bagi kami, pertama, sudah empat kali ya ada empat gubernur yang ditangani terkait tindak pidana korupsi dengan yang ini ya," kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di KPK, Jakarta, Rabu (5/11).
KPK berharap tidak ada lagi pejabat di Riau yang akan terjerat kasus korupsi. "Perkaranya berbeda-beda ,tapi berulang seperti itu, dengan perkara yang berbeda-beda. kita berharap setop," tambahnya.
Sementara itu, tiga mantan Gubernur Riau yang juga pernah tersandung kasus korupsi di antaranya, Saleh Djasit, Rusli Zainal, Annas Maamun.
(amw/rfs)


















































