Jakarta -
Wakil Ketua MPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) memberikan kuliah umum bersama Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan (SPPB) Universitas Indonesia (UI).
Dalam paparannya yang bertajuk 'Dari Ide ke Aksi: Refleksi Kebangsaan, Kepemimpinan, dan Tantangan Global', Ibas menekankan pentingnya menjadikan semangat kebangsaan sebagai kekuatan yang hidup dan relevan dengan zaman.
"Saya tidak bicara atas nama wakil rakyat saja atau sebagai politisi, tapi dari sisi dunia. Hari ini kita melihat bagaimana disinformasi dan distrust terjadi antara negara, rakyat, dan pemimpin," ungkap Ibas, dalam keterangannya, Minggu (2/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masyarakat dibanjiri berita positif dan negatif, namun tidak sedikit pula yang menimbulkan ketidakpercayaan publik kepada pemimpin," sambungnya.
Hal tersebut disampaikan Ibas dalam diskusi publik bertemakan 'Kebangsaan Progresif: Membangun Indonesia Melalui Gagasan dalam Menghadapi Tantangan Global' di Institute for Advancement of Science Technology & Humanity (IASTH) UI, Kampus Salemba, Jakarta.
Ibas menegaskan ide kebangsaan harus diterjemahkan menjadi kebijakan publik yang berdampak langsung bagi masyarakat, dengan landasan moral, ilmu pengetahuan, dan kemajuan teknologi.
Dalam diskusinya di hadapan para akademika dan mahasiswa, Ibas menyampaikan dunia telah berubah dan peta tantangan pun bergeser. Ia menyoroti krisis energi, pangan, iklim, disrupsi teknologi, kecerdasan buatan, dan munculnya polarisasi sosial serta krisis kepercayaan.
Lebih lanjut, Ibas menjelaskan dalam teori complex interdependence, bahwa dunia kini saling bergantung secara ekonomi, teknologi, dan informasi.
"Kekuatan tidak lagi hanya dibutuhkan oleh pemerintah saja. Kita berharap pemerintah semakin kuat dan berdaya, untuk memastikan negara kesatuan dan demokrasi Indonesia dapat benar-benar dijaga," ujar lulusan Rajaratnam School of International Studies dari Nanyang Technological University Singapura tersebut.
"Kita juga harus terus terlibat dalam upaya perdamaian dunia, tidak hanya bicara soal ketahanan nasional, tetapi juga kesiapan kita berperan aktif di dunia internasional," sambungnya.
Menurut Ibas, peran tersebut harus dibarengi dengan kehadiran ilmu, inovasi, dan data. Ia mengutip sosiolog Anthony Giddens yang menyebut 'globalisasi tidak menghapuskan negara, tetapi menantang setiap bangsa untuk mendefinisikan dirinya kembali'.
Ibas kemudian menekankan nasionalisme lama yang bersifat defensif dan berakar pada sejarah kini perlu bergeser menjadi kebangsaan progresif.
"Yaitu yang terbuka, reflektif, dan ilmiah. Nasionalisme kini harus menatap dunia, bukan menolak dunia," sebut Ibas.
"Kebangsaan tidak hanya dibicarakan, tapi dikerjakan," lanjutnya.
Menurut Ibas, hal ini dapat diwujudkan melalui pendidikan karakter digital, diplomasi kebudayaan, dan riset strategis berbasis ilmu pengetahuan-teknologi (IPTEK).
Ia pun mengutip pesan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), 'kita tidak bisa mengubah arah angin, tapi kita bisa menyesuaikan layar'.
Ibas juga menyoroti pentingnya kepemimpinan yang visioner di tengah dinamika global. Menurut Ibas, dunia kini menuntut strategic foresight, pemimpin yang progresif, visioner, kolaboratif, dan adaptif.
Ia menegaskan harapannya agar Indonesia menjadi subjek, bukan objek dunia. Tantangannya adalah bagaimana Indonesia dapat berdaulat digital, melakukan transisi energi, dan menjaga stabilitas maritim.
Adapun solusi yang ia tawarkan meliputi kolaborasi diplomatik, inovasi sumber daya manusia dan riset, serta penguatan ketahanan sosial-ekonomi.
"Pemimpin tidak hanya reaktif, tapi antisipatif. Harus inspiratif, bukan instruktif," kata Ibas.
Dalam paparannya, Ibas juga menjelaskan sebuah konsep 'Tiga Langkah Indonesia Progresif', yakni Kesadaran Baru, Dorong Inovasi, dan Etika Publik.
Menurut Ibas, langkah ini perlu dilandasi oleh cinta Tanah Air, berpikir kritis dan solutif, menjadikan IPTEK sebagai instrumen kemandirian, serta membangun kepemimpinan berbasis integritas untuk mencapai cita-cita Indonesia Emas 2045.
Ibas menyampaikan refleksi penting yang ia tujukan kepada UI agar dapat menjadi pusat pemikiran strategis dan solusi kebangsaan.
"Pertama, bagaimana konsep kebangsaan progresif dapat diintegrasikan dalam diplomasi luar negeri Indonesia? Kedua, bagaimana kita menciptakan strategic leaders dalam ranah diplomasi internasional?," kata Anggota DPR RI dari Dapil Jawa Timur VII itu.
"Dan ketiga, bagaimana kampus dapat menjadi ekosistem digital, moral, dan intelektual dalam politik nasional?," sambungnya.
Sesi diskusi berlangsung hangat dan interaktif. Antusiasme peserta terlihat dari berbagai tanggapan dan apresiasi yang disampaikan.
"Terima kasih kepada Pak Ibas yang telah memberikan semangat kepada para mahasiswa, termasuk kami, tentang bagaimana cara memberikan kontribusi terbesar bagi pembangunan negara tercinta Indonesia ini," ujar Direktur SPPB UI Prof Dr Drs Supriatna.
Dari kalangan mahasiswa, Ketua Umum FORMA SPPB UI Rosabella Izza turut menyampaikan harapannya. Ia pun menyampaikan terima kasih kepada Ibas.
"Terima kasih banyak, Pak Ibas! Mungkin ke depannya kami bisa bersilaturahmi ke MPR/DPR RI," kata Rosabella.
Mahasiswa Prodi Kajian Ketahanan Nasional Anthea menyampaikan apresiasinya atas kuliah umum tersebut. Ia berterima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk berdiskusi langsung dengan para akademisi, eksekutif, dan legislatif
"Semoga apa yang kita diskusikan dan menjadi PR ke depannya bisa membawa Indonesia yang lebih maju," ungkap Anthea.
Sementara, mahasiswa pascasarjana lainnya yang memenangkan hadiah karena ketanggapannya menjawab pertanyaan dari Wakil Ketua MPR RI dalam sesi kuis, Rishan mengungkapkan apresiasinya.
"Luar biasa materinya, dan sangat berkesan bagi kami-semoga bermanfaat untuk ke depannya," tutur Rishan.
Sebagai informasi, acara ini turut dihadiri oleh Direktur SPPB UI Prof Dr Drs Supriatna; Wakil Direktur Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Dr Fuad Gani; Wakil Direktur Bidang Keuangan, Sumber Daya, dan Kerja Sama Ir Maureen Pomsar Lumban Toruan; Kepala CSGS Dr Shobichatul Aminah; Kepala Departemen Kajian Stratejik Kewilayahan sekaligus Kaprodi KWE Dr Polit Sc Henny Saptatia; Kaprodi S3 Prof Yon Machmudi, PhD; Kaprodi KTTI Dr Mulawarman Hannase; serta perwakilan dosen KWE Jelang Ramadhan, PhD.
Hadir pula para narasumber antara lain Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya; pendiri Parameter Politik Indonesia Aditya Prayitno; Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Farah Savira; dan dosen Kajian Ketahanan Nasional M Syahroni Rofi'i, PhD.
Kegiatan ini juga diikuti oleh mahasiswa dari berbagai program studi, antara lain Doktor Ilmu Lingkungan, Doktor Kajian Stratejik dan Global, Magister Ilmu Lingkungan, Magister Manajemen Bencana, Kajian Wilayah Jepang, Timur Tengah dan Islam, Eropa, Amerika, Ketahanan Nasional, Pengembangan Perkotaan, Gender, Ilmu Kepolisian, dan Terorisme.
(prf/ega)


















































