Jakarta, CNBC Indonesia — Pertumbuhan kredit perbankan nasional melambat menjadi 8,88% secara tahunan atau year on year (yoy) pada bulan April 2025. Perlambatan itu terjadi dalam dua bulan terakhir.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae membeberkan ada sejumlah kondisi yang melatarbelakangi lesunya pertumbuhan kredit. Ia mengetahui adanya dugaan perbankan lebih memilih memarkirkan likuiditasnya di instrumen lain seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Surat Berharga Negara (SBN), namun mengingatkan bahwa harus melihat pertumbuhan kredit dalam konteks yang lebih luas.
"SRBI sekarang cuma kasih imbal hasil sekitar 6,5%-7%. Padahal kalau kasih kredit, bisa dapat return lebih tinggi. Jadi logikanya, kredit tetap menjadi tujuan utama bank, karena lebih menguntungkan dalam jangka panjang," ujar Dian saat ditemui di Jakarta, (Selasa (3/6/2025).
Permintaan kredit sendiri bergantung pada dinamika ekonomi. Jika sektor riil belum ekspansif, permintaan kredit juga tidak akan besar. Tetapi, Dian mengatakan berdasarkan dialog OJK dengan para direktur bisnis perbankan, kondisi ini hanya siklikal saja.
"Awal tahun biasanya melambat. Tapi akan bounce back di kuartal dua dan tiga. Terlebih sekarang kondisi makro kita makin stabil," pungkas Dian.
Seperti kurs rupiah mulai stabil, BI sudah menurunkan suku bunga menjadi 5,5%, diikuti LPS yang menurunkan tingkat bunga penjaminan (TBP) simpanan bank.
"Ini semua memberi ruang untuk pertumbuhan kredit. Dari sisi likuiditas juga tidak ada masalah. LDR (Loan to deposit ratio) kita masih sekitar 80%. Artinya masih ada ruang besar untuk ekspansi kredit," ungkap Dian.
Menurutnya, kini hanya bagaimana mendorong sektor-sektor prioritas agar permintaan kredit bisa naik.
"Pemerintah juga sedang dorong perumahan rakyat, hilirisasi industri, dan UMKM. Itu semua bisa mendongkrak penyaluran kredit dalam waktu dekat," tandas Dian.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini: