Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia bergerak menguat pada perdagangan Senin pagi (15/12/2025), berupaya bangkit setelah tekanan tajam sepanjang pekan lalu.
Penguatan ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran pasar terhadap potensi gangguan pasokan global akibat dinamika geopolitik yang kembali memanas, meski di sisi lain risiko kelebihan pasokan belum sepenuhnya mereda.
Berdasarkan data Refinitiv, pada pukul 10.15 WIB, harga minyak mentah Brent tercatat di level US$61,45 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) berada di US$57,74 per barel. Pergerakan ini menunjukkan pemulihan terbatas setelah tekanan jual mendominasi pasar dalam beberapa hari terakhir.
Secara historis jangka pendek, harga minyak memang masih berada dalam fase konsolidasi. Brent tercatat sempat menyentuh kisaran US$63-64 per barel pada awal Desember sebelum akhirnya terkoreksi, sementara WTI turun kembali ke bawah US$58 per barel seiring kekhawatiran lemahnya permintaan global dan prospek pasokan yang berlebih.
Dari sisi sentimen global, pasar mulai kembali memperhitungkan risiko geopolitik, terutama terkait meningkatnya ketegangan antara Amerika Serikat dan Venezuela. Eskalasi hubungan kedua negara menimbulkan kekhawatiran akan terganggunya aliran ekspor minyak dari kawasan Amerika Latin, yang selama ini menjadi salah satu pemasok penting pasar global.
Di saat yang sama, dinamika konflik Rusia-Ukraina masih menjadi faktor kunci yang membentuk ekspektasi pelaku pasar. Proses negosiasi damai yang terus bergulir membuka dua kemungkinan ekstrem: meredanya risiko geopolitik, namun sekaligus potensi kembalinya pasokan minyak Rusia ke pasar global jika sanksi dilonggarkan.
Pelaku pasar menilai, setiap kemajuan diplomatik antara Moskow dan Kyiv justru dapat menekan harga minyak dalam jangka menengah, mengingat Rusia merupakan salah satu produsen minyak terbesar dunia. Jika ekspor Rusia kembali mengalir lebih leluasa, tekanan oversupply berisiko semakin kuat.
Tekanan dari sisi pasokan juga datang dari Amerika Serikat. Perusahaan energi AS kembali memangkas jumlah rig pengeboran minyak dan gas. Meski secara teori ini mengindikasikan potensi pengetatan pasokan, pasar menilai dampaknya masih terbatas karena produksi AS saat ini berada di level yang relatif tinggi.
Sementara itu, dari Eropa Timur, laporan mengenai gangguan operasional fasilitas energi Rusia akibat serangan infrastruktur kembali mengingatkan pasar bahwa risiko pasokan belum sepenuhnya hilang. Namun, dampaknya sejauh ini dinilai belum cukup besar untuk mengubah keseimbangan pasar secara signifikan.
Di tengah tarik-menarik sentimen tersebut, arah harga minyak dinilai masih rapuh. Kekhawatiran kelebihan pasokan global, perlambatan ekonomi, serta ketidakpastian permintaan tetap menjadi faktor penahan kenaikan yang lebih agresif, meskipun risiko geopolitik kerap memicu rebound jangka pendek.
CNBC Indonesia
(emb/emb)
[Gambas:Video CNBC]


















































