Jakarta -
Ketua Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan harus ada keterwakilan 30 persen perempuan di pimpinan alat kelengkapan Dewan (AKD) DPR RI. Rifqinizamy lantas menyinggung revisi UU MD3 (MPR, DPR, DPRD, dan DPD) untuk menormakan putusan itu.
"Pertama kami menghormati putusan MK, putusan Mahkamah Konstitusi itu bersifat negative legislator, dia baru akan menjadi positive legislator ketika telah dinormakan dalam satu undang-undang," kata Rifqinizamy kepada wartawan, Minggu (2/11/2025).
Rifqinizamy menyebut ke depan DPR RI perlu merevisi UU MD3 untuk menindaklanjuti putusan MK tersebut. Komisi II DPR dalam posisi menghormati putusan yang telah ditetapkan oleh MK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena itu dalam pandangan kami dibutuhkan satu revisi UU terutama UU MD3; MPR DPR DPD dan DPRD untk menormakan putusan MK," kata politikus Partai NasDem ini.
"Kendati demikian, jika para pimpinan parpol menghendaki perombakan komposisi pimpinan AKD termasuk merujuk pada putusan MK terakhir, kami tentu mengikuti dan menghargainya," sambungnya.
Adapun Komisi II DPR menjadi salah satu AKD yang tak dipimpin seorang perempuan. Menurutnya, keputusan terkait pimpinan AKD bergantung pada masing-masing partai politik.
"Posisi kami pimpinan komisi II DPR RI 5 orang, saya dan 4 orang wakil ketua adalah perpanjangan tangan ketua-ketua umum partai politik masing-masing yang terefleksi melalui pimpinan fraksi masing-masing di DPR," ucap dia.
Rifqinizamy mengatakan tindak lanjut keputusan MK itu diserahkan sepenuhnya ke pimpinan fraksi di DPR. Ia menilai perombakan komposisi pimpinan pasti membutuhkan waktu lantaran harus dinormakan dahulu dalam undang-undang.
"Karena itu, kami kembalikan kepada pimpinan-pimpinan fraksi sebagai kepanjangan tangan ketua-ketua umum untuk melihat putusan MK," ujar Rifqinizamy.
"Kendati demikian jika pun tidak buru-buru dilakukan perombakan, menurut hemat kami sama sekali tidak melakukan pelanggaran hukum karena dibutuhkan waktu terlebih dahulu untuk menormakan putusan ini di dalam satu UU," sambungnya.
Gugatan terkait keterwakilan perempuan ini diajukan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Koalisi Perempuan Indonesia, dan Titi Anggraini. Dalam putusan tersebut, MK menyatakan setiap AKD mulai dari Komisi, Badan Musyawarah, Panitia Khusus, Badan Legislasi, Badan Anggaran, Badan Kerja Sama Antar-Parlemen, Mahkamah Kehormatan Dewan, Badan Urusan Rumah Tangga, dan setiap pimpinan alat kelengkapan Dewan harus memiliki keterwakilan perempuan
Tonton juga video "Basuki soal Prostitusi Menjamur di IKN: Sudah Nggak Ada" di sini:
(dwr/gbr)


















































