Kena "Rudal" Putin, Rupiah Ambruk 50% Terhadap Rubel Rusia

3 hours ago 3

Elvan Widyatama,  CNBC Indonesia

12 December 2025 19:50

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah tren pelemahan rupiah terhadap sejumlah mata uang utama dunia, nilai tukar rupiah juga tercatat melemah terhadap rubel Rusia (RUB) sepanjang tahun ini.

Berdasarkan data Refinitiv, rupiah ditutup melemah 0,49% ke posisi Rp208,6 per rubel pada penutupan perdagangan Jumat (12/12/2025). Tren pelemahan ini bukan hanya terjadi secara harian, tetapi telah berlangsung konsisten sejak awal tahun.

Secara year-to-date (ytd), depresiasi rupiah terhadap rubel terbilang sangat dalam. Pada awal tahun, kurs rupiah terhadap rubel berada di sekitar Rp141,7 per rubel, sehingga pelemahan kumulatif rupiah hingga penutupan Jumat mencapai sekitar 47,2%. Dengan kata lain, dalam 12 bulan terakhir nilai rupiah terhadap rubel merosot hampir setengahnya.

Tidak hanya itu, pada perdagangan Senin (8/12/2025), rupiah bahkan sempat menyentuh level terlemahnya terhadap rubel sejak Januari 2023, atau merupakan titik terburuk dalam hampir tiga tahun terakhir.

Pelemahan rupiah terhadap mata uang Rusia dapat disebabkan oleh kondisi perdagangan bilateral Indonesia dan Rusia.

Melansir data dari kementerian perdagangan, Indonesia mencatat defisit dagang sebesar US$882 juta sepanjang Januari sampai Oktober 2025, melonjak 98,35% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencatat defisit US$444 juta.

Namun pelemahan rupiah terhadap rubel juga tidak dapat dilepaskan dari faktor eksternal, terutama penguatan signifikan rubel terhadap dolar AS sepanjang tahun ini. Kinerja rubel yang menguat membuat nilai relatif rupiah semakin tertekan.

Sejak awal tahun, rubel tercatat menguat sekitar 30% terhadap dolar AS. Kurs rubel yang pada awal 2025 berada di kisaran RUB 113,49 per US$, hingga penutupan Jumat (12/12/2025) menguat tajam ke posisi RUB 79,8 per US$.

Penguatan rubel terhadap dolar AS sepanjang tahun ini tidak semata-mata mencerminkan meningkatnya kepercayaan investor global terhadap Rusia.

Sejumlah analis menilai, apresiasi rubel lebih banyak didorong oleh kebijakan domestik Presiden Vladimir Putin yang sangat ketat, serta melemahnya dolar AS secara global.

Pertama, bank sentral Rusia (Bank Rossii) mempertahankan suku bunga pada level yang sangat tinggi, yakni di kisaran 20%, sebagai upaya meredam inflasi yang masih tinggi. Kebijakan suku bunga ketat ini menarik minat pasar domestik terhadap instrumen berdenominasi rubel dan menahan tekanan keluar modal.

Kedua, Rusia memperketat capital controls serta berbagai pembatasan transaksi valuta asing. Pengendalian arus modal yang lebih ketat membuat suplai rubel di pasar tetap terjaga, sementara permintaan terhadap mata uang asing menjadi terbatas. Langkah ini secara mekanis menguatkan nilai tukar rubel.

Ketiga, terdapat kemajuan diplomatik maupun upaya peredaan konflik Rusia-Ukraina, yang dinilai sebagian pelaku pasar sebagai katalis stabilisasi risiko geopolitik. Meskipun belum menghasilkan kesepakatan final, pengurangan tensi ini membantu mengurangi premi risiko pada aset-aset Rusia.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |