Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi, musim kemarau basah masih berpotensi berlangsung hingga Oktober 2025 nanti. BMKG memperingatkan agar mewaspadai potensi kejadian bencana hidrometeorologi.
Kondisi ini berpotensi melanda wilayah-wilayah di Indonesia. Hal itu terungkap dalam Konferensi Pers 'Perkembangan Cuaca dan Iklim' yang digelar secara daring, Senin (7/7/2025).
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengingatkan, cuaca ekstrem masih akan melanda Indonesia. Cuaca ekstrem ini akan bergerak dari wilayah Indonesia Barat menuju wilayah Tengah dan Timur.
"Sepekan ke depan, BMKG mewaspadai cuaca ekstrem masih berpotensi terjadi di berbagai wilayah, terutama di Pulau Jawa bagian barat dan tengah, termasuk Jabodetabek, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan wilayah sekitarnya, Nusa Tenggara Barat, termasuk Mataram, Maluku bagian Tengah, Papua bagian tengah dan utara," katanya, dikutip Selasa (8/7/2025).
"Kemudian periode 10-12 Juli 2025, potensi hujan signifikan diperkirakan akan bergeser ke wilayah Indonesia bagian tengah dan timur seiring dengan pergeseran gangguan atmosfer dan distribusi kelembapan tropis," lanjut Dwikorita.
Musim Kemarau Basah
Dia mengatakan, hujan akan terus turun di musim kemarau. Menurutnya, Monsun Australia yang berasosiasi dengan musim kemarau turut menyebabkan suhu muka laut di selatan Indonesia tetap hangat. Hal ini berkontribusi terhadap terjadinya anomali curah hujan di Indonesia.
"Hasil prediksi curah hujan bulanan menunjukkan, anomali curah hujan yang sudah terjadi sejak Mei 2025 akan terus berlangsung. Dengan kondisi curah hujan di atas normal terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia hingga Oktober 2025," ujarnya.
Selain itu, terang dia, gelombang Kelvin aktif yang terpantau melintas di pesisir utara Jawa, disertai pelambatan dan belokan angin di Jawa bagian barat dan selatan memicu penumpukan massa udara.
Ditambah konvergensi angin dan labilitas atmosfer lokal juga terpantau kuat, sehingga mempercepat pertumbuhan awan hujan.
"Adapun berdasarkan iklim global, BMKG dan beberapa pusat iklim dunia memprediksi ENSO (suhu muka air laut di Samudra Pasifik) dan IOD (suhu muka air laut di Samudra Hindia) akan tetap berada di fase netral pada semester kedua tahun 2025," ujarnya.
"Hal ini berarti, dapat dipastikan bahwa sebagian wilayah Indonesia akan mengalami curah hujan di atas normal dari yang seharusnya terjadi di musim kemarau atau disebut juga dengan kemarau basah," jelas Dwikorita.
Kondisi ini, imbuh dia, sejalan dengan prediksi BMKG bulan Maret 2025 yang menyebutkan, kemarau tahun ini akan mengalami kemunduran pada sekitar 29% Zona Musim (ZOM). Terutama di wilayah Lampung, sebagian besar Pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT.
"Pemantauan hingga akhir Juni 2025 menunjukkan, baru sekitar 30% Zona Musim yang telah memasuki musim kemarau. Angka ini hanya setengah dari kondisi normal, di mana secara klimatologis sekitar 64 persen Zona Musim biasanya telah mengalami musim kemarau pada akhir Juni," bebernya.
Operasi Modifikasi Cuaca
Dalam kesempatan yang sama, Deputi Bidang Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto menambahkan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), BPBD, operator transportasi, dan pihak terkait untuk mengatasi kondisi tersebut.
Selain itu, bersama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pihaknya akan melakukan operasi modifikasi cuaca (OMC) sebagai respons cuaca ekstrem yang berdampak kepada masyarakat.
"Operasi Modifikasi Cuaca di DKI Jakarta dan Jawa Barat dilaksanakan mulai hari ini dan direncanakan sampai tanggal 11. Tentu nanti kami akan lihat perkembangan cuacanya. Kami terus berkoordinasi dengan Pemda dan BNPB sebagai pihak yang menyediakan anggaran," jelas Tri Handoko.
"BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada serta bersiaga terhadap potensi hujan lebat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang. Masyarakat harus mewaspadai risiko bencana hidrometeorologi, seperti banjir, tanah longsor, pohon tumbang, banjir bandang, serta gangguan transportasi," tegasnya.
Di sisi lain, BMKG mengimbau semua masyarakat dan pemangku kepentingan tetap terus aktif memantau perkembangan informasi cuaca terkini dan peringatan dini dari BMKG.
"BMKG terus mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem secara berkala melalui berbagai kanal resmi BMKG, baik aplikasi InfoBMKG, situs resmi, media sosial resmi BMKG, serta call center 196," ucap Tri Handoko.
Kejadian Cuaca Hujan Ekstrem
Sementara itu, Dwikorita menyoroti cuaca ekstrem yang mengintai sejumlah wilayah destinasi wisata, padat penduduk, dan aktivitas transportasi tinggi.
"Peringatan dini telah dikeluarkan sejak 28 Juni agar aktivitas libur sekolah dapat termitigasi. Beberapa wilayah yang perlu diwaspadai adalah sebagian Pulau Jawa bagian barat dan tengah (terutama Jabodetabek), Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, Maluku, dan Papua," katanya.
"Wilayah tersebut sudah terkonfirmasi terjadi hujan intensitas lebat, sangat lebat, hingga ekstrem pada beberapa hari terakhir," ucap Dwikorita.
Lalu pada 5 Juli 2025, BMKG mencatat, hujan intensitas lebih dari 100 mm per hari (lebat hingga sangat lebat) di wilayah Bogor, Mataram, dan sejumlah kabupaten di Sulawesi Selatan.
Hujan ekstrem tersebut berdampak kepada banjir, banjir bandang, tanah longsor, dan pohon tumbang.
"Hujan lebat juga terjadi di wilayah Tangerang dan Jakarta Timur yang mengakibatkan genangan, kerusakan infrastruktur, dan gangguan aktivitas masyarakat," paparnya.
Dan, pada 6 Juli 2025, hujan kembali terjadi secara luas di wilayah Jakarta dan sekitarnya, terutama Tangerang yang menyebabkan genangan air, antrean lalu lintas, serta peningkatan potensi bencana hidrometeorologi. Intensitas hujan lebat tercatat lebih dari 100 mm per hari, bahkan mencapai 150 mm per hari di daerah Puncak, Jawa Barat.
Foto: Curah hujan Jabodetabek 3 hari terakhir. (Dok. BMKG)
Curah hujan Jabodetabek 3 hari terakhir. (Dok. BMKG)
(dce/dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
Muncul 2 Bibit Siklon Tropis di Wilayah RI, BMKG Minta Warga Siaga