Jakarta, CNBC Indonesia- Harga tembaga melonjak ke rekor tertinggi dalam sejarah setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan rencana tarif 50% atas tembaga impor.
Kebijakan Trump memicu kejutan di pasar global. Di tengah kegaduhan ini, Indonesia berada di posisi menarik tetapi bukan sebagai korban langsung, justru sebagai negara yang punya peluang strategis untuk mengambil alih sebagian pasar dan memperkuat ketahanan fiskalnya lewat ekspor dan bea keluar.
Lonjakan harga tembaga tak datang tanpa sebab. Sentimen Trump membawa harga tembaga ke level US$5,676 per pon atau sekitar $12.510 per ton, meningkat 3,58% dalam sehari . Kenaikan ini mempertegas tren global sejak 2024 akibat defisit pasokan dari Amerika Latin dan permintaan yang terus meroket dari sektor kendaraan listrik dan AI.
Bank of America memproyeksikan harga akan menyentuh US$5,44 per pon pada 2026, sementara International Copper Study Group memprediksi konsumsi global tahun ini akan menembus 25,88 juta ton.
Sementara negara-negara eksportir tembaga besar seperti Peru dan Meksiko bersiap terkena dampak tarif, Indonesia justru berada dalam posisi berbeda.
Data ekspor dari Satudata Kemendag menunjukkan bahwa dari Januari hingga April 2024, Indonesia mengekspor bijih tembaga senilai US$2,26 miliar dan produk tembaga serta turunannya sebesar US$781 juta.
Sebagian besar ekspor ini tidak ditujukan ke AS, melainkan ke China dan kawasan Asia lainnya. Artinya, beban tarif AS terhadap tembaga bukan risiko besar bagi RI, melainkan potensi untuk mengisi kekosongan pasokan global.
Keuntungan ini juga bisa menyentuh sisi penerimaan negara. Bea keluar pada semester I 2025 melonjak hingga Rp14,6 triliun, atau 327,6% dari target, dan tumbuh 80,4% secara tahunan. Walau CPO jadi penyumbang utama, laporan pemerintah menyebutkan kebijakan relaksasi ekspor tembaga juga berperan signifikan. Jika harga tembaga terus tinggi, penerimaan negara dari sektor ini akan terus meningkat, baik dari ekspor langsung maupun hilirisasi.
Cadangan tembaga Indonesia juga tak bisa dianggap sepele. Berdasarkan data USGS 2020 yang dikutip oleh Kementerian ESDM, Indonesia memiliki cadangan logam tembaga sebesar 24 juta ton atau 3% dari total cadangan global. Secara nasional, total cadangan bijih tembaga mencapai 2,63 miliar ton, sementara produksinya sebesar 100 juta ton per tahun.
Angka ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu pemilik cadangan tembaga terbesar dunia modal penting di tengah krisis pasokan global.
Dengan cadangan melimpah, fasilitas smelter raksasa, serta pasar ekspor yang relatif terlindung dari risiko tarif, Indonesia punya peluang untuk naik kelas dalam peta tembaga global.
Di saat negara-negara lain sibuk memadamkan api ketegangan dagang, RI bisa menyusun strategi untuk menjadi pemasok alternatif dunia. Bukan hanya untuk jangka pendek, tetapi juga dalam skema hilirisasi jangka panjang yang memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)