Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah dunia terus memanas di tengah optimisme pasar terhadap kelanjutan negosiasi dagang Amerika Serikat (AS) dan China. Harapan akan tercapainya kesepakatan konkret di London membuat harga Brent dan West Texas Intermediate (WTI) mencetak level tertinggi dalam enam pekan terakhir.
Pada Selasa pagi (10/6/2025), harga minyak Brent untuk pengiriman Agustus naik tipis ke US$67,16 per barel, setelah sehari sebelumnya ditutup di US$67,04. Brent sempat menyentuh US$67,19 pada Senin, menjadi level tertinggi sejak 28 April. Sementara WTI bertengger di US$65,42, nyaris tak berubah dari penutupan Senin yang berada di US$65,36, namun tetap mencatat posisi tertinggi sejak awal April.
Kenaikan harga terjadi setelah Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick menyebut perundingan di London bersama delegasi China "membuahkan hasil". Sementara Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan pembicaraan "berjalan baik". Presiden AS Donald Trump bahkan menegaskan timnya hanya menerima laporan positif dari London.
Pelaku pasar berharap kesepakatan AS-China dapat meredakan ketegangan geopolitik yang selama ini menekan permintaan energi global. Harapan ini muncul di saat minyak dunia telah turun hampir 9% sepanjang 2025, di tengah kekhawatiran akan perlambatan ekonomi global.
Namun di sisi lain, potensi peningkatan pasokan dari negara-negara produsen menjadi batu sandungan bagi reli harga.
Kelompok OPEC+, yang mencakup sekitar separuh produksi minyak dunia, telah mempercepat pelonggaran pembatasan produksi. Reuters mencatat produksi OPEC naik tipis pada Mei, meskipun dibatasi oleh rendahnya output Irak. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) juga hanya menaikkan produksi secara moderat.
Dinamika geopolitik lainnya datang dari Iran. Negara tersebut mengaku akan mengajukan kontra-proposal atas tawaran nuklir AS yang dinilai "tidak bisa diterima". Trump menegaskan masih ada perbedaan tajam, khususnya terkait hak Iran untuk memperkaya uranium di dalam negeri.
Sebagai produsen terbesar ketiga OPEC, pelonggaran sanksi terhadap Iran bisa membuka keran ekspor lebih besar ke pasar global, yang lagi-lagi menambah tekanan dari sisi suplai.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Harga Komoditas Jeblok, Begini Nasib Saham Minyak
Next Article Harga Minyak Rebound, WTI Hampir Sentuh US$73 per Barel