Grendel Eropa Resmi Dibuka, RI Untung Apa Saja dari IEU-CEPA?

1 hour ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia- Negosiasi panjang Indonesia-Uni Eropa untuk perjanjian perdagangan bebas akhirnya rampung.

Setelah delapan tahun, IEU-CEPA (Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement) resmi disepakati pada September 2025. Perjanjian ini dianggap sebagai salah satu tonggak perdagangan internasional terbesar Indonesia, membuka akses ke pasar Uni Eropa dengan penghapusan tarif pada lebih dari 98% pos tarif dan hampir 99% dari nilai impor.

Bagi Indonesia, kesepakatan ini lebih dari soal penghapusan tarif. Eropa adalah pasar premium, dengan standar ketat baik pada produk industri maupun komoditas. Uni Eropa juga memayungi 27 negara sehingga kesepakatan ini langsung membuka akses ke banyak negara.

Artinya, selain membuka peluang lonjakan ekspor, perjanjian ini juga menjadi ujian besar bagi daya saing industri nasional dalam memenuhi standar keberlanjutan, traceability, dan aturan asal barang (rules of origin).

Arah Baru Perdagangan RI-EU

Selama ini hubungan dagang RI-UE sudah terbilang signifikan. Data Komisi Eropa mencatat bahwa meski tren perdagangan barang menurun dalam dua tahun terakhir, neraca tetap berpihak pada Indonesia. Sementara untuk jasa, Uni Eropa masih menjadi penjual bersih, dengan ekspor jasa ke Indonesia yang jauh lebih besar.

Ekspor barang Indonesia ke Eropa sempat menyentuh €24,1 miliar pada 2022 atau sekitar Rp 472,58 triliun (1€=19.609), namun turun ke €17,5 miliar pada 2024. Dengan tarif nol persen, tekanan biaya masuk bisa berkurang, sehingga memungkinkan produk Indonesia lebih kompetitif dibandingkan pemasok lain.

Komoditas Unggulan yang Diuntungkan

Dari ratusan produk, ada 20 komoditas utama yang diproyeksikan paling diuntungkan dari kesepakatan ini.

Sawit dan turunannya masih menjadi primadona, diikuti tembaga, fatty acid, serta produk padat karya seperti alas kaki dan furniture. Menariknya, daftar ini menunjukkan kombinasi kuat antara komoditas berbasis sumber daya alam dan manufaktur ringan.

Pola ini mencerminkan dua hal: pasar Eropa masih menyerap besar komoditas tradisional seperti sawit, kopi, dan karet, dan lalu ada ruang besar bagi sektor padat karya untuk mendongkrak ekspor berbasis manufaktur bernilai tambah.

Pemerintah optimistis: Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto memperkirakan ekspor RI ke UE bisa naik50% dalam tiga tahun implementasi.

Sementara laporan lain bahkan menyebut proyeksi kenaikan hingga2,5 kali lipat dalam lima tahun, dengan dampak kesejahteraan mencapaiUS$ 2,8 miliar serta manfaat langsung bagi lebih dari5 juta pekerja.

CNBC Indonesia Research 

(emb/emb)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |