Fakta Pahit Pertanian RI: Sektor Andalan Tapi Tenaga Kerja Menyedihkan

20 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar tenaga kerja Indonesia pada awal 2025 masih menghadapi sejumlah tantangan besar. Melemahnya sektor manufaktur menjadi salah satu penyebab lambannya penyerapan tenaga kerja hingga menurunnya produktivitas

Laporan dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM FEB UI) periode Juni 2025 dengan judul "Menjaga Sektor Padat Karya: Melindungi Kesempatan Kerja dan Daya Beli Masyarakat" mengungkapkan soal pasar tenaga kerja Indonesia yang punya tantangan utamanya yang terletak pada besarnya jumlah tenaga kerja tidak penuh (setengah menganggur) serta dominasi tenaga kerja dengan tingkat pendidikan rendah hingga menengah.

Situasi ini mengharuskan pemerintah dan pemangku kepentingan untuk fokus menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar yang dapat menampung kelompok ini, guna menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas sosial ekonomi.

Penyerapan tenaga kerja terbesar di Indonesia terkonsentrasi pada lima sektor utama, yakni: Pertanian, Kehutanan dan Perikanan; Perdagangan Besar dan Eceran; Industri Pengolahan; Konstruksi; serta Akomodasi dan Penyediaan Makanan dengan jumlah 75,2% tenaga kerja (108,8 juta orang).

Sektor pertanian menempati posisi teratas, menyerap lebih dari 40 juta pekerja, di mana lebih dari 80% di antaranya merupakan lulusan pendidikan SLTP ke bawah. Sektor-sektor tersebut sangat penting karena mampu menampung sebagian besar tenaga kerja berpendidikan rendah-menengah yang mendominasi struktur angkatan kerja nasional.

Lebih lanjut, sektor yang paling banyak menampung pendidikan rendah dan menengah antara lain pertanian, perdagangan, industri pengolahan, konstruksi, akomodasi dan penyediaan makanan dengan jumlah 87,5% tenaga kerja lulusan SLTP atau lebih rendah terkonsentrasi di lima sektor ekonomi tersebut.

Kelima sektor tersebut juga mampu menampung 73,47 % tenaga kerja lulusan SLTA.

Selanjutnya sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan memiliki proporsi lulusan SLTP atau lebih rendah yang sangat besar. Khususnya KBLI 02309 yakni Pemungutan bukan kayu lainnya dengan proporsi 95,6% atau nyaris 100%.

Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan untuk lapangan usaha lainnya juga terpantau punya proporsi lulusan SLTP atau lebih rendah, seperti pembibitan dan budidaya domba, Usaha pemungutan kayu, dan lainnya.

Terdapat 1.461 lapangan usaha yang diidentifikasi berdasarkan klasifikasi KBLI, dengan 19 di antaranya menyerap lebih dari satu juta pekerja. Sebagian besar dari usaha-usaha ini juga berada di sektor pertanian.

Selain itu, lapangan usaha seperti penyediaan makanan keliling dan industri rumah tangga juga terbukti sangat inklusif terhadap tenaga kerja berpendidikan rendah. Sementara itu, lapangan usaha seperti angkutan ojek motor, konveksi pakaian, dan warung makan menyerap proporsi besar tenaga kerja lulusan SLTA.

Sektor industri pengolahan atau manufaktur menunjukkan potensi signifikan untuk penyerapan tenaga kerja.

Dari 422 lapangan usaha yang tercatat, sekitar 52% pekerja terkonsentrasi hanya di 23 usaha yang padat karya dan berteknologi rendah-menengah, seperti industri tekstil, furnitur, dan pengolahan hasil pertanian. Banyak di antaranya juga inklusif terhadap tenaga kerja berpendidikan SLTP ke bawah, menunjukkan potensi untuk mendukung ketahanan ekonomi masyarakat bawah.

Untuk memperkuat sektor padat karya ini, strategi yang disarankan mencakup perlindungan terhadap sektor dengan pengganda penciptaan kerja tinggi, peningkatan pelatihan vokasi dan sertifikasi kerja, serta pemberian insentif fiskal. Pemerintah juga perlu memetakan lebih rinci sektor dan usaha yang mampu menciptakan lapangan kerja besar dengan biaya rendah.

Kebijakan pembangunan yang diarahkan pada hilirisasi, penguatan agroindustri, serta peningkatan produktivitas UMKM menjadi kunci dalam menyerap tenaga kerja secara luas dan inklusif di tengah transisi ekonomi menuju digitalisasi dan industrialisasi.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |