Drone China Bikin Amerika Ketakutan, Polisi Kebingungan

3 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintahan Donald Trump berada di persimpangan terkait nasib drone buatan China. Tenggat waktu pada Selasa ini akan menentukan apakah DJI Technologies, produsen drone terbesar di dunia asal China, dinyatakan sebagai ancaman terhadap keamanan nasional AS.

Keputusan tersebut berpotensi berdampak besar, bukan hanya pada hubungan dagang AS-China, tetapi juga terhadap operasional ribuan lembaga keselamatan publik di Negeri Paman Sam. Pasalnya, drone DJI saat ini digunakan secara luas oleh kepolisian dan dinas pemadam kebakaran di berbagai negara bagian.

Langkah ini merupakan tindak lanjut dari perintah eksekutif yang ditandatangani Trump pada Juni lalu, yang menyoroti risiko pengendalian atau eksploitasi asing dalam rantai pasok drone AS.

Kebijakan itu juga diperkuat mandat Kongres untuk meninjau apakah DJI layak masuk ke dalam daftar perusahaan yang dianggap membahayakan keamanan nasional.

Jika hasil peninjauan menyatakan DJI tidak lolos uji keamanan, perusahaan tersebut berpeluang masuk ke dalam daftar hitam Komisi Komunikasi Federal (FCC), menyusul raksasa teknologi China lain seperti Huawei dan ZTE.

Status tersebut akan memberi kewenangan kepada pemerintah AS untuk melarang penjualan drone DJI di dalam negeri, bahkan hingga memberlakukan larangan terbang.

Dampaknya tidak main-main. Lembaga keselamatan publik di berbagai negara bagian, dari New York hingga North Dakota dan Nevada, terancam kehilangan armada utama mereka.

Isu keamanan nasional menjadi argumen utama para pendukung pelarangan. Legislator Partai Republik dari North Dakota, Mike Nathe, menilai drone buatan China menyimpan risiko besar terhadap kebocoran data strategis AS.

"Banyak orang tidak menyadari persoalan keamanan dari drone ini, termasuk besarnya data yang berpotensi mengalir kembali ke China setiap hari," ujar Nathe, dikutip dari MSN, Senin (22/12/2025).

Ia bahkan mendorong undang-undang di North Dakota untuk mengganti lebih dari 300 drone DJI yang digunakan memantau ladang minyak, fasilitas senjata nuklir, hingga perbatasan Kanada, dengan drone buatan AS atau negara sekutu.

Namun, di sisi lain, potensi larangan nasional justru memicu kekhawatiran di tingkat daerah. Menurut pelaku industri, armada drone milik lembaga keselamatan publik di AS saat ini mencapai lebih dari 25.000 unit, dengan mayoritas berasal dari China.

Kepolisian New York, misalnya, tercatat memiliki 40 drone DJI atau sekitar 40% dari total armadanya. Kansas City dan El Paso juga mengandalkan produk DJI untuk berbagai operasi keamanan dan darurat.

Para operator menilai drone DJI unggul dari sisi teknologi, kemudahan penggunaan, dan harga yang jauh lebih terjangkau dibandingkan produk buatan dalam negeri.

"Kualitas DJI sangat baik untuk kami," kata Jim Hulm, pejabat sheriff di North Dakota yang menggunakan drone tersebut untuk kecelakaan lalu lintas dan operasi pencarian.

DJI sendiri membantah tudingan berbagi data dengan pemerintah China. Perusahaan menyatakan sangat kecewa dengan kebijakan pembatasan di tingkat negara bagian yang dinilai justru melemahkan keselamatan publik dan membebani anggaran.

Meski demikian, gelombang pembatasan terus meluas. Sejumlah negara bagian seperti Arkansas, Mississippi, Tennessee, hingga Nevada telah melarang penggunaan drone buatan China oleh lembaga publik. Florida bahkan mengalokasikan dana US$25 juta untuk membantu penggantian drone China.

Situasi ini membuka peluang bagi produsen drone AS seperti Skydio dan Brinc Drones, meskipun para pejabat keselamatan publik menilai produk dalam negeri masih tertinggal dari DJI, terutama dari sisi teknologi kamera dan efisiensi biaya.

(dem/dem)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |