Jakarta, CNBC Indonesia - Anggota dewan di Badan Anggaran (Banggar) DPR mencecar pemerintah soal efisiensi anggaran sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang pada akhirnya tak mampu meredam pembengkakan defisit APBN 2025, hingga membuat target pembiayaan anggaran membengkak.
Anggota DPR yang mencecar itu ialah Anggota Banggar yang juga merupakan Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Dolfie Othniel Frederic Palit saat rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tentang realisasi Semester I dan Outlook APBN 2025.
Dolfie merasa heran efisiensi anggaran yang seharusnya menghemat APBN 2025 sebesar Rp 306,7 triliun, sesuai Inpres 1/2025, malah tak mampu meredam defisit APBN 2025, yang Sri Mulyani perkirakan akan menjadi sebesar Rp 662 triliun (2,78% dari PDB) sampai akhir 2025, dari sebelumya ditargetkan sebesar Rp 616,2 triliun (2,53% dari PDB).
Bahkan, Sri Mulyani dalam rapat kerja itu juga sempat meminta izin kepada para anggota dewan di Banggar untuk menggunakan Saldo Anggaran Lebih (SAL) tahun anggaran 2024 sebesar Rp 85,6 triliun, dari total SAL 2024 sebesar Rp 457,5 triliun.
"Kenapa tidak jadi dihemat malah utangnya nambah minta izin lagi gunakan SAL, ini narasinya belum jelas," tegas Dolfie kepada Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Banggar di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (1/7/2025).
Dolfie juga mengungkapkan kegelisahannya soal keputusan sepihak pemerintah yang pada akhirnya membuka blokir anggaran efisiensi sebesar Rp 134,9 triliun, tanpa meminta persetujuan dari DPR.
"Jadi buka blokir ini dasarnya apa? ketika minta penghematan pemerintah datang ke DPR minta persetujuan anggaran akan dihemat, tentu DPR akan senang hati karena amanat UU APBN itu harus efisien, setuju," ujar Dolfie.
Foto: PEMBIAYAAN TERKENDALI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN APBN. (Dok. Kemenkeu)
PEMBIAYAAN TERKENDALI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN APBN. (Dok. Kemenkeu)
"Tapi kalau buka blokir landasannya apa? Inpresnya jelas blokir anggaran, tidak disebutkan di inpresnya syarat dan ketentuan buka blokir, ini harus dijelaskan dulu dasar dari pembukaan blokirnya, apakah buka blokir ini pemerintah datang lagi ke DPR minta persetujuan?" ucap Dolfie.
Merespons hal itu, Sri Mulyani mengatakan, kondisi APBN tidak bisa dilihat dengan cara Dolfie. Menurutnya, ini karena kompleksitas kondisi APBN 2025 yang terdampak dari sisi penerimaan negara, maupun kebutuhan besar belanja negara.
Dari sisi penerimaan negara, Sri Mulyani mengatakan, berpotensi mengalami tekanan, membuat realisasinya berpotensi hanya Rp 2.865,5 triliun dari target Rp 3.005,1 triliun, karena tak jadinya pemberlakukan kenaikan tarif PPN 12% secara umum dan dividen BUMN yang tak lagi masuk ke dalam APBN dalam pos PNBP.
Kedua masalah itu saja, dia sebut telah berpotensi mengurangi penerimaan negara sebesar Rp 150 triliun, dengan rincian Rp 70 triliun dari sisi PPN 12% yang hanya untuk barang mewah dan Rp kekurangan Rp 80 triliun akibat dividen BUMN kini sepenuhnya masuk ke kas Danantara.
"Plus ditambah adanya restitusi dan sebagainya serta dari efek penurunan harga komoditas, seperti batu bara atau barang kena pajak lainnya yang itu di UU HPP. Itu semua masuk postur penerimaan yang tadi lebih rendah dari target yang pernah kita sampaikan," tutur Sri Mulyani.
Di sisi lain, ia melanjutkan, ada kebutuhan dari Presiden Prabowo Subianto untuk merealisasikan berbagai program-program prioritasnya melalui anggaran belanja negara. Hal ini membuat potensi anggaran belanja mengalami penyesuaian lebih sedikit ketimbang mengimbangi pelemahan penerimaan negara.
Sri Mulyani memperkirakan, belanja negara sampai akhir tahun akan sebesar Rp 3.527,5 triliun, lebih rendah sedikit ketimbang target dalam APBN 2025 sebesar Rp 3.621,3 triliun.
"Sebetulnya kalau kita enggak melakukan efisiensi sementara presiden ada program-program prioritas yang beliau lihat lebih strategis harusnya defisitnya naik lebih tinggi lagi pak," papar Sri Mulyani.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani mengatakan, pemerintah melakukan buka blokir anggaran efisiensi sebagai upaya supaya belanja negara tidak bengkak. Caranya ialah dengan menyesuaikan kebutuhan presiden saat setiap rapat terbatas atau ratas dan tanpa harus melaporkan ke DPR karena sudah diatur mekanisme fleksibilitasnya dalam UU APBN 2024 Pasal 20 ayat 1 huruf H.
"Jadi dari sisi kekuatan hukum sama, yang satu inpres tertulis karena seluruhnya, sedangkan yang belanja tergantung presiden putuskan, oh kita ratas misal koperasi, maka dialokasikan segini, untuk rumah ditambah segini, ditambah MBG dilakukan, itu dilakukan sesuai arahan presiden," ujar Sri Mulyani.
"Pasti ada notulennya, kami tidak mungkin buka blokir karena saya pun sebagai menteri keuangan tidak memiliki kewenangan, makanya harus ada notulis dari presiden itu biasanya melalui rapat terbatas (ratas)," tegasnya.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ada Surat Edaran Semua Komisi DPR Tunda Bahas Anggaran Sama Menteri