Disebut Prabowo di PBB, Ini Nasib Warga RI Saat Statusnya Bak Anjing

3 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Prabowo Subianto menyinggung kembali luka sejarah kolonialisme yang dialami bangsa Indonesia. Dalam pidatonya di Sidang Majelis Umum PBB ke-80 di New York, AS, Selasa (23/9/2025), dia menggambarkan bagaimana rakyat Indonesia selama berabad-abad diperlakukan dengan tidak manusiawi.

"Negara saya memahami penderitaan ini. Selama berabad-abad, rakyat Indonesia hidup di bawah dominasi kolonial, penindasan, dan perbudakan. Kami diperlakukan lebih buruk daripada anjing di tanah air kami sendiri," ujar Prabowo.

Pernyataan tersebut sejalan dengan kenyataan sejarah di era kolonial Belanda. Pada 1854, pemerintah Hindia Belanda mengesahkan Regeringsreglement atau UU Administrasi Hindia. Aturan ini membagi penduduk ke dalam tiga kelas sosial. Kelas pertama ditempati orang Eropa (Europanen), kelas kedua diisi kelompok Timur Asing (Vreemde Oosterlingen) seperti Tionghoa dan Arab, sedangkan kelas paling bawah adalah pribumi yang secara resmi dilabeli Inlander (anak negeri).

Dari sistem ini, muncul stigma dan diskriminasi. Pribumi dicap bodoh, terbelakang, hingga hanya boleh tinggal di permukiman khusus berdasarkan etnis, seperti Kampung Melayu, Kampung Arab, atau Kampung Ambon. Ruang publik pun tidak bisa diakses bebas. Di banyak tempat terpampang tulisan "Verboden voor honden en inlander", artinya "Dilarang masuk bagi anjing dan pribumi".

Tulisan ini mempermalukan pribumi karena menyamakan mereka dengan anjing. Anjing sendiri dianggap najis oleh mayoritas warga yang beragama Islam. Berarti, sejumlah orang Belanda juga menganggap pribumi sebagai najis.

Prabowo sendiri pernah menyaksikan jejak nyata diskriminasi itu. Dalam bukunya Kepemimpinan Militer: Catatan Dari Pengalaman (2021), dia mengenang saat berkunjung ke kolam renang Manggarai bersama Kompi Grup Para Komando pada 1978.

"Di dinding beton kolam renang tersebut terdapat sebuah prasasti dari marmer yang dipahat. Namun waktu itu prasasti tersebut sudah tertutup lumut hijau. Rasa keingintahuan saya muncul untuk mengetahuinya. Lalu saya memerintahkan anak buah saya untuk membersihkan lumut tersebut. Saya kaget membaca kata-kata dalam bahasa Belanda di prasasti itu, verboden voor honden en inlander," kenang Prabowo.

Penghinaan serupa juga dialami tokoh pergerakan nasional. Soekarno pernah disebut "Anjing-anjing Jepang" atau "Anjing peliharaan Jepang" karena hubungannya dengan pemerintahan Jepang. Bahkan komponis W.R. Soepratman pernah dipukuli orang Belanda sambil dilecehkan dengan sebutan "inlander busuk".

Diskriminasi sosial ini ikut berimbas ke sektor ekonomi. Rakyat Indonesia tidak diberi kendali atas perekonomian dan hanya dijadikan tenaga kerja murah untuk kepentingan kolonial. Sejarawan Jan Breman dalam Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa (2014) menyebut, dalam sistem tanam paksa (1830-1870), misalnya banyak petani pribumi kehilangan tanah garapan. Akibatnya, lahir kemiskinan yang menjerat generasi demi generasi. Sementara itu, pihak kolonial justru meraup keuntungan besar dari hasil keringat rakyat yang dipaksa bekerja di ladang-ladang perkebunan.

Kini, setelah Indonesia merdeka, stratifikasi sosial itu telah runtuh. Sebutan merendahkan yang menyamakan pribumi dengan anjing pun tinggal catatan kelam sejarah.


(mfa/wur)

Next Article Fakta Indonesia Tidak Dijajah 350 Tahun oleh Belanda, Jangan Keliru!

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |