Dihajar Ramai-Ramai China dan India, Harga Batu Bara Tetap Membara

2 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kembali menguat meski diterpa banyak kabar buruk.

Merujuk Refintiv, harga batu bara pada perdagangan Senin (8/12/2025) ditutup di US$ 109,90 atau menguat 0,59%. Penguatan ini memperpanjang tren positif harga batu bara dengan menguat 1,6% dalam dua hari terakhir.

Harga batu bara tetap kencang meskipun banyak kabar buruk.

Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batu Bara China (CCTD memperkirakan konsumsi batu bara China akan mengalami penurunan tahunan pertama tahun ini sejak 2017 karena industri pembangkit listrik mengurangi penggunaan bahan bakar tersebut. Meski begitu, konsumsi masih bisa tumbuh secara moderat tahun depan.

Kampanye pemerintah untuk menekan kelebihan kapasitas produksi di antara perusahaan-perusahaan China ikut membuat harga batu bara turun.

Sejak awal tahun ini, 53,9% perusahaan di sektor batu bara beroperasi merugi, dengan harga batu bara di mulut tambang turun 16,8% secara tahunan.

Penggunaan batu bara juga turun tahun ini di industri baja dan konstruksi, namun sebagian diimbangi oleh pertumbuhan di sektor kimia.

Konsumsi batu bara di sektor ketenagalistrikan diperkirakan tumbuh stabil tahun depan, sementara permintaan di sektor baja dan konstruksi akan terus turun. Namun, pertumbuhan cepat permintaan dari industri batu bara berbasis kimia diperkirakan akan berlanjut.

Prospek yang membaik ini muncul di tengah kondisi makro ekonomi yang lebih baik, meningkatnya permintaan listrik, dan naiknya produksi dari proyek-proyek kimia berbasis batu bara.

Impor batu bara tahunan China diproyeksikan mencapai 480 juta ton tahun ini. Angka ini turun 11% dibanding 2024, karena permintaan melemah sementara pasokan domestik meningkat.

 Impor batu bara China kembali meningkat pada November 2025, mencapai 44,05 juta ton, atau naik sekitar 6% dibanding Oktober 2025 yang tercatat 41,74 juta ton. Namun secara tahunan, angka tersebut masih turun hampir 20% dari November tahun lalu ketika impor menembus 54,98 juta ton.

Kenaikan impor ini terjadi di tengah kondisi harga batu bara domestik yang justru merosot. Harga batubara termal di China turun ke level terendah dalam satu bulan, baik di pelabuhan maupun di mulut tambang. Penurunan harga ini terutama dipicu oleh permintaan yang melemah dari pembangkit listrik dan utilitas, sementara stok batubara di pelabuhan dan tambang masih sangat besar.

Dalam situasi oversupply dan permintaan yang melambat, pelaku pasar mengurangi pembelian spot, membuat tekanan harga semakin kuat. Utilitas listrik terlihat lebih berhati-hati dalam mengamankan pasokan, di tengah permintaan yang belum pulih stabil.

Di level global, kondisi ini menjadi sinyal penting. Melemahnya harga domestik China biasanya berdampak langsung pada pasar ekspor, sehingga pemasok utama seperti Indonesia, Australia, dan Rusia berpotensi menghadapi tekanan harga dan persaingan yang lebih ketat. Meski demikian, kenaikan impor secara bulanan menunjukkan bahwa kebutuhan batu bara China tetap aktif-kemungkinan sebagai antisipasi permintaan listrik di musim dingin atau untuk menambah stok.

Secara keseluruhan, penurunan impor dibanding tahun lalu mencerminkan tekanan pada permintaan internal dan perubahan dalam rantai pasok global. Bagi negara eksportir, pasar China tetap krusial, namun volatilitas permintaan membuat strategi suplai perlu lebih adaptif.

India juga memberi kabar buruk.  India tidak memiliki rencana segera untuk menambah kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara setelah 2035.

"India ingin memastikan kebutuhan energinya terpenuhi. Pada 2035, kami ingin memiliki kapasitas batu bara sebesar 307 gigawatt," kata Pankaj Agarwal, sekretaris kementerian energi, kepada Reuters di sela-sela sebuah acara kementerian.

Ia mengatakan terlalu dini untuk menentukan apa yang akan dilakukan India setelah 2035.

India tahun ini mengusulkan peningkatan kapasitas listrik berbahan bakar batu bara sebesar 46% dari 210 GW saat ini, sambil menggandakan kapasitas energi non-fosil sebesar 500 GW pada 2030. Agarwal mengatakan rencana pembangkit batu bara tersebut sesuai dengan kebutuhan energi negara.

India, yang menghadapi tantangan jaringan akibat integrasi energi bersih surplus ke dalam sistem listrik, telah mengurangi output listrik selama sebagian besar bulan tahun ini.

Agarwal mengatakan India mungkin baru akan memutuskan penambahan kapasitas batu bara setelah menunggu tiga tahun untuk memahami bagaimana pertumbuhan permintaan listrik dan seberapa cepat energi bersih dapat terintegrasi ke dalam jaringan.

India juga perlu mengevaluasi tantangan jaringan serta biaya penyimpanan energi bersih berlebih dalam baterai dan mengalirkannya kembali ke grid sebelum memutuskan penambahan kapasitas batu bara setelah 2035, katanya.

Pembangkitan listrik berbahan bakar batu bara India, yang biasanya menyumbang sekitar 75% dari produksi listrik, telah turun secara tahunan dalam tujuh dari sebelas bulan tahun ini, angka tertinggi sejak 2020, karena cuaca yang lebih sejuk mengurangi permintaan pendinginan.

Meski demikian, sejumlah utilitas listrik India menandatangani kontrak jangka panjang dengan pembangkit listrik tenaga batu bara untuk memenuhi lonjakan permintaan listrik pada malam hari yang diproyeksikan akan meningkat.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(mae/mae)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |