Astana -
Wakil Ketua MUI Anwar Abbas mengatakan kesenjangan ekonomi menjadi salah satu faktor dari konflik etnis dan agama di seluruh dunia. Dia mendorong pemuka agama untuk lebih berani menyuarakan kepentingan bagi mereka yang berada di garis kemiskinan.
Hal itu disampaikan Anwar Abbas dalam VIII Congress of Leaders of World and Traditional Religions di Astana, Kazakhstan, Rabu (17/9/2025). Anwar Abbas hadir sebagai perwakilan pemuka agama dari Indonesia.
"Pemimpin agama harus menyadari bahwa ketidaksetaraan ekonomi adalah faktor dominan dan akar penyebab konflik etnis, agama, dan internasional di seluruh dunia," kata Anwar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anwar memaparkan data Bank Dunia tahun 2020 di mana 35 persen populasi dunia hidup dalam kemiskinan. Sebanyak 11 persen berstatus miskin ekstrem dan 24 persen lainnya di kategori miskin.
Dia menjelaskan ada 44 persen orang yang masuk dalam kategori kelas menengah. Sementara kelas kaya 20 persen dan ultra kaya 0,5 persen.
Menurut Anwar, kesenjangan ekonomi ini telah memperburuk ketidaksetaraan dan konflik sosial di kalangan kelas bawah dan menengah. Dia menyebut kelompok tertentu telah memanfaatkan situasi ini dengan menggunakan isu agama untuk menyerang lawan dan musuh mereka.
"Agama, dalam hal ini, telah digunakan sebagai bahan bakar untuk menggerakkan kelompok-kelompok menyerang yang lain, menyebabkan konflik agama dan kerusuhan yang sulit diatasi karena terkait dengan keyakinan dan fanatisme agama," papar Anwar.
Anwar Abbas menilai pemuka agama harus berani mengambil peran dalam mengurangi kesenjangan ekonomi tersebut. Pemimpin agama, kata Anwar, harus tidak sungkan mendesak pemerintah menciptakan kebijakan yang adil bagi si miskin.
"Pemimpin agama harus mendesak pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang berfokus pada distribusi yang adil dan memprioritaskan jumlah besar orang miskin," katanya.
"Selain itu, pemimpin agama perlu terlibat dalam dialog dan bekerja sama dengan dunia usaha agar mereka memperhatikan orang miskin atau mereka yang mengalami kemiskinan," sambungnya.
Dia menjelaskan, dalam perspektif Islam, memberikan perhatian bagi orang miskin juga merupakan tindakan bermanfaat. Hal ini tidak hanya memiliki nilai kemanusiaan tetapi juga nilai transendental karena bentuk ibadah kepada Tuhan.
Anwar menambahkan, peran aktif dalam membantu orang kesulitan bukan hanya mempermudah hidup satu orang, namun juga akan berdampak pada peningkatan ekonomi secara keseluruhan.
"Nilai kemanusiaan di sini adalah bahwa membantu orang lain yang membutuhkan tidak hanya membantu orang miskin mengatasi kesulitan mereka, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan dan daya beli mereka. Secara ekonomi, hal ini dapat meningkatkan permintaan, mendorong bisnis untuk meningkatkan pasokan, yang pada gilirannya menghasilkan pendapatan dan keuntungan bagi mereka," papar Anwar.
"Dengan demikian, melaksanakan perintah agama untuk membantu orang miskin menciptakan hubungan simbiosis yang saling menguntungkan kedua belah pihak dan bermanfaat bagi negara dan bangsa," sambungnya.
Congress of Leaders of World and Traditional Religions merupakan inisiasi pemerintah Kazakhstan dalam menjaga perdamaian dan kerukunan umat agama. Kongres ini pertama kali digelar di tahun 2003.
Acara itu lalu rutin dilaksanakan tiap tiga tahun sekali di ibu kota Kazakhstan, Astana. Di gelaran kedelapannya tahun ini, Congress of Leaders of World and Traditional Religions mengusung tema Dialogue of Religions: Synergy for the Future.
(ygs/dek)