Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia yang kini telah membuat makin maraknya masyarakat produktif yang sudah putus asa mencari kerja.
Kepala Pusat Riset Ekonomi Makro dan Keuangan BRIN Zamroni Salim, mengatakan berdasarkan Survei Tenaga Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS) 2019 terdapat 883 ribu orang yang putus asa mencari kerja, namun datanya meningkat pada 2024 menjadi 2,7 juta orang.
"Jadi putus asa mencari pekerjaan artinya dia tidak bisa mendapat pekerjaan. Dari 2019 ke 2024 itu angkanya menjadi 2,7 juta orang," kata Zamroni dalam Economic Outlook 2026, dikutip Senin (22/12/2025).
Zamroni mengatakan, data masyarakat pencari kerja yang sudah putus asa itu didominasi oleh lulusan SD atau tidak lulus SD setara 37,97%. Diikuti lulusan SMA sebesar 24,86%, SMP 20,72%, SMK-MAK 10,08%, S1 4,59%, dan diploma 1,7%. Lulusan S2 dan S3 sebanyak 0,08%.
Sejak 2019, lulusan SD atau tidak lulus SD ia sebut memang menjadi dominan dalam kriteria pekerja yang sudah putus asa mencari kerja. Namun, lonjakan drastis terjadi untuk lulusan SMA serta sarjana.
"Tapi SMP, SMA dan yang sarjana ataupun diploma itu meningkat. Artinya ada permasalahan struktural dalam perekonomian kita yang harusnya bisa menyerap sesuai data unemployment rate sebesar 4,8% di 2025," ucap Zamroni.
Mayoritas angkatan kerja yang putus asa dalam mencari pekerjaan itu 63,59% ada di perkotaan, sedangkan pedesaan 36,41%. Terjadi perubahan drastis dari kondisi 2019 yang mayoritas malah di pedesaan dengan porsi 53,27%, dan perkotaan 46,73%.
Zamroni menegaskan, makin tingginya jumlah orang yang putus asa mencari pekerjaan itu terjadi ditengah makin membeludaknya para pencari kerja di Indonesia. Pada 2019 jumlahnya 7,8 juta orang dan pada 2024 menjadi 11,7 juta orang.
"Kondisi di lapangan ketika banyak orang mengatakan menuntut kesempatan kerja, menuntut 19 juta kesematan kerja, terlihat sebenarnya pada survei ketenagakerjaan nasional tahun 2019 terdapat 7,8 juta orang yang mencari kerja pada sebulan lalu, 2024 ternyata meningkat ke 11,7 juta orang," paparnya.
"Itu bertambah pesat, dan sebagain besar dari mereka justru berasal dari SMA, kemudian S1, artinya sarjana menjadi salah satu penyumbang pencari kerja di Indonesia," tegas Zamroni.
Data angkatan kerja yang sudah putus asa mencari kerja ini sebelumnya juga pernah diungkap oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia atau LPEM FEB UI.
Mereka menganggap, meski jumlahnya tidak signifikan, dan tidak mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka alias TPT yang kerap dijadikan acuan pemerintah untuk menunjukkan perbaikan kondisi ketenagakerjaan di Indonesia, namun memberi sinyal masalah ekonomi yang lebih dalam, seperti melemahnya mobilitas naik alias peningkatan status ekonomi, keterbatasan layanan penempatan kerja, atau meningkatnya mismatch antara keterampilan dan lowongan kerja.
"Dengan kata lain, angka yang kecil bukan berarti persoalannya sepele. Di banyak negara, lonjakan kecil dalam kelompok ini sering mendahului stagnasi partisipasi kerja atau naiknya informalitas, terutama ketika kelompok rentan merasa peluang yang tersedia tidak realistis untuk dicapai," dikutip dari Labor Market Brief LPEM FEB UI edisi November 2025, Selasa (2/12/2025).
Memanfaatkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) BPS 2024-2025, tim ekonom LPEM FEB UI mengungkapkan, jumlah penduduk yang tidak bekerja dan tidak mencari kerja karena putus asa pada catatan per Februari 2025 sebesar 1,85 juta, naik sekitar 11% dibanding catatan per Februari 2024 sebesar 1,68 juta.
"Lonjakan belasan persen dalam satu tahun menunjukkan bahwa ada segmen penduduk yang bergeser dari posisi "mencari kerja" menjadi "menyerah", yang berarti kehilangan kepercayaan terhadap peluang pasar kerja yang tersedia," tulis tim ekonom LPEM FEB dalam kajian terbarunya itu.
Mereka juga menyebut, dari data per Februari 2025 lebih dari separuh kelompok putus asa berasal dari penduduk dengan pendidikan SD atau tidak tamat SD dengan porsi mencapai 50,07%. Urutan kedua ialah lulusan SMP 20,21%, SMA 17,29%, SMK 8,09%, Diploma 1,57%, S1 2,42%, lulusan S2 dan S3 sekitar 0,35%.
"Angka ini menandakan bahwa hambatan struktural yang dialami kelompok berpendidikan rendah jauh lebih dalam daripada sekadar kurangnya lowongan. Mereka menghadapi kombinasi keterbatasan kemampuan dasar," menurut tim ekonom LPEM FEB UI.
Berdasarkan kelompok generasi, Generasi X dan kelompok yang lebih tua menjadi penyumbang terbesar putus asa dalam mencari kerja berdasarkan data Sakernas 2025, mencapai sekitar 38,17%. Setelahnya Generasi Milenial dengan porsi 24,56%, dan Generasi Z 24,09%.
(arj/mij)
[Gambas:Video CNBC]


















































