China Respons Tarif Terbaru Trump, Ultimatum Negara Pendukung AS

5 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah China pada Selasa (8/7/2025) memperingatkan pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk tidak kembali menyulut ketegangan dagang dengan mengaktifkan kembali tarif tinggi terhadap barang-barang China bulan depan.

Beijing juga mengancam akan membalas negara-negara yang membuat kesepakatan dagang dengan Washington untuk mengeluarkan China dari rantai pasokan global.

Peringatan ini muncul setelah Gedung Putih pada Senin mulai mengirimkan pemberitahuan resmi kepada mitra dagangnya bahwa tarif Amerika Serikat akan naik tajam mulai 1 Agustus. Langkah ini menyusul kebijakan Trump pada April lalu yang menunda sebagian besar tarif untuk hampir semua negara, kecuali 10%, guna memberi waktu untuk mencapai kesepakatan dengan ekonomi terbesar dunia itu.

China, yang sempat menjadi target utama dengan tarif lebih dari 100%, kini memiliki waktu hingga 12 Agustus untuk mencapai kesepakatan dengan Washington. Jika gagal, Trump akan mengaktifkan kembali serangkaian pembatasan impor yang sebelumnya diberlakukan dalam perang tarif sepanjang April dan Mei lalu.

Dalam tajuk rencana yang dimuat media resmi Partai Komunis China, People's Daily, peringatan keras dilayangkan kepada Amerika Serikat dan negara-negara mitra dagang lainnya.

"Satu kesimpulan yang sangat jelas: dialog dan kerja sama adalah satu-satunya jalan yang benar," tulis kolom berjudul "Zhong Sheng" atau "Suara China", istilah yang digunakan media itu untuk menyampaikan pandangan resmi kebijakan luar negeri Beijing.

Mengulang pandangan Beijing bahwa tarif Trump merupakan bentuk "perundungan", artikel itu menambahkan, "Praktik telah membuktikan bahwa hanya dengan mempertahankan posisi yang berprinsip secara teguh seseorang benar-benar dapat melindungi hak dan kepentingan sahnya."

Artikel tersebut juga menyebut tenggat waktu 1 Agustus sebagai "batas akhir yang katanya final," namun memberikan sinyal bahwa Beijing siap menghadapi babak baru dalam perang dagang jika diperlukan.

Berdasarkan data dari Peterson Institute for International Economics, tarif rata-rata AS terhadap ekspor China kini mencapai 51,1%, sementara tarif rata-rata China terhadap barang-barang AS berada di angka 32,6%. Kedua belah pihak telah memberlakukan tarif terhadap hampir seluruh perdagangan bilateral mereka.

Meskipun pada Juni lalu Washington dan Beijing sempat mencapai kerangka kerja yang menghidupkan kembali gencatan senjata dagang yang rapuh, ketidakjelasan detail teknis membuat pelaku pasar di kedua sisi Pasifik tetap gelisah apakah kesepakatan itu akan berujung pada perdamaian dagang permanen atau kembali retak.

Vietnam Disorot, Negara Lain Diingatkan

Lebih jauh, editorial People's Daily juga mengkritik negara-negara Asia Tenggara dan kawasan lainnya yang sedang mempertimbangkan untuk menandatangani perjanjian pengurangan tarif dengan Amerika Serikat, terutama jika perjanjian tersebut mengorbankan posisi China dalam rantai pasok regional.

Vietnam menjadi sorotan setelah pekan lalu berhasil mencapai kesepakatan tarif dengan Washington yang memangkas bea masuk menjadi 20% dari sebelumnya 46%, untuk produk yang "ditransitkan" melalui Vietnam, yang kebanyakan berasal dari China. Produk-produk tersebut kini akan dikenakan tarif sebesar 40%.

"China secara tegas menentang pihak manapun yang membuat kesepakatan dengan mengorbankan kepentingan China demi konsesi tarif," tulis artikel tersebut.

"Jika situasi seperti itu muncul, China tidak akan menerimanya dan akan merespons dengan tegas untuk melindungi kepentingan sahnya."


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Video: Dampak Indonesia & Jepang Terhadap Kebijakan Tarif Trump

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |