Bom Waktu Timur Tengah: Ambisi Nuklir Iran dan Ancaman Perang Dunia III

19 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia- Di balik perundingan yang tersendat dan sanksi yang silih berganti, program nuklir Iran terus melaju. Senjata nuklir Iran kembali menjadi sorotan saat Israel menyerang Israel mengonfirmasi telah melancarkan serangan militer besar terhadap sejumlah target strategis di Iran, termasuk fasilitas nuklir dan pusat produksi rudal.

Dalam pernyataan resminya pada Jumat (13/6/2025), pemerintah Israel menyebut operasi bertajuk Rising Lion itu bertujuan untuk menghentikan upaya Iran mengembangkan senjata nuklir.

Sejak pertama kali mencuat pada dekade 1950-an melalui kerja sama dengan Amerika Serikat di bawah program "Atoms for Peace", ambisi nuklir Iran telah melewati babak-babak krusial revolusi 1979, perang Iran-Irak, dan puncaknya penandatanganan kesepakatan nuklir JCPOA pada 2015. Namun, penarikan AS dari kesepakatan itu tahun 2018 menjadi titik balik yang membuat program ini kembali tak terkendali.

An anti-Israel billboard with a picture of Iranian missiles is seen on a street in Tehran, Iran April 19, 2024. Majid Asgaripour/WANA (West Asia News Agency) via REUTERS ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY.   ATTENTION EDITORS - THIS PICTURE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY.Foto: via REUTERS/Majid Asgaripour
An anti-Israel billboard with a picture of Iranian missiles is seen on a street in Tehran, Iran April 19, 2024. Majid Asgaripour/WANA (West Asia News Agency) via REUTERS ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY. ATTENTION EDITORS - THIS PICTURE WAS PROVIDED BY A THIRD PARTY.

Pasca-2018, Iran secara terbuka melanggar batas-batas yang disepakati dalam JCPOA. Mulai dari menaikkan level pengayaan uranium, memperluas fasilitas sentrifugal, hingga menolak pengawasan penuh dari Badan Energi Atom Internasional (IAEA).

Dalam waktu lima tahun, Iran telah membangun kapasitas pengayaan uranium hingga 60% U-235, sebuah level yang berada sangat dekat ke kadar senjata (90%). Sejak Februari 2025, IAEA mengonfirmasi bahwa Iran memiliki cukup bahan untuk memproduksi lima hingga delapan hulu ledak nuklir dalam waktu kurang dari dua minggu-jika diproses lebih lanjut menjadi komponen senjata.

Kondisi saat ini menunjukkan Iran mengoperasikan lebih dari 80 rangkaian sentrifugal aktif di dua lokasi utama Natanz dan Fordow. Jenis sentrifugal yang digunakan pun makin canggih-dari IR-1 yang tua hingga IR-6 yang berkapasitas tinggi.

Bahkan dengan tingkat efisiensi yang konservatif, Iran bisa menghasilkan lebih dari 120 separative work unit (SWU) per hari, cukup untuk memperkaya uranium menjadi bahan baku lima senjata nuklir hanya dalam seminggu. Dengan kapasitas ini, ancaman bukan lagi sekadar potensi, tapi tinggal soal keputusan politik.

Yang membuat dunia makin khawatir, Iran juga pernah terbukti membangun situs nuklir secara rahasia. Fasilitas Fordow sendiri baru diungkap ke publik pada 2009 setelah dibangun diam-diam. Saat ini, dengan model IR-2m dan IR-6, Iran bisa mendirikan situs rahasia berukuran hanya separuh lapangan hoki untuk memproduksi bahan senjata. Situs sekecil itu tentu jauh lebih sulit dideteksi oleh satelit maupun pengawasan internasional.

Dalam dokumen dan temuan intelijen, Iran terbukti memiliki proyek senjata nuklir aktif antara 1999 hingga 2003. Mereka telah melakukan simulasi ledakan, riset detonator, hingga rancangan payload untuk rudal Shahab-3.

Walau program itu dinyatakan dihentikan, temuan "arsip atom" Iran yang dibocorkan Israel tahun 2018 menunjukkan adanya kelanjutan riset secara tersembunyi. Bahkan pada 2024, intelijen AS resmi mencabut pernyataan lamanya dan mengakui bahwa "Iran tidak lagi bisa diasumsikan tidak menjalankan aktivitas utama pengembangan senjata nuklir."

Adapun risiko utama saat ini bukan hanya pada uranium yang telah diperkaya, tetapi juga pada keterbatasan akses IAEA. Sejak 2021, Iran menolak menyerahkan rekaman penuh dari alat pemantau di fasilitas sentrifugal dan produksi yellowcake.

Situs bawah tanah baru nuklir Iran. (AP/Kazem Ghane)Foto: (AP/Kazem Ghane)
Situs bawah tanah baru nuklir Iran. (AP/Kazem Ghane)

Beberapa kamera memang dipasang kembali pada 2023, tapi akses terhadap data tetap ditutup. Ini membuat estimasi internasional terhadap stok dan kapasitas produksi Iran menjadi semakin kabur, membuka ruang spekulasi-dan ketakutan-bahwa pengayaan menuju senjata bisa terjadi tanpa deteksi awal.

Sementara itu dalam lanskap global,  berdasarkan data per Januari 2024, terdapat 12.121 hulu ledak nuklir yang tersebar di berbagai negara di dunia.

Jumlah ini menunjukkan bahwa meskipun ada upaya-upaya untuk mengurangi senjata nuklir, kapasitas penghancuran yang mengerikan ini tetap signifikan dan bisa menjadi alat strategis di tengah ketegangan politik internasional.

Rusia dan Amerika Serikat memimpin dengan penguasaan lebih dari 87% persenjataan nuklir dunia, masing-masing memiliki 5.580 dan 5.044 hulu ledak.

Namun, di luar dua negara besar tersebut, kekuatan nuklir lainnya, termasuk Israel, memainkan peran penting dalam menjaga atau justru mengancam stabilitas kawasan.

Khusus untuk Israel, negara ini diperkirakan memiliki 90 hulu ledak nuklir, meskipun belum pernah secara resmi mengakui keberadaan arsenal tersebut.

Kepemilikan senjata nuklir oleh Israel selalu menjadi isu sensitif, terutama di kawasan Timur Tengah yang penuh dengan dinamika konflik dan rivalitas antar negara.

Seperti diketahui, Iran, meski tidak secara langsung memiliki senjata nuklir, telah lama dicurigai berusaha untuk mengembangkan program nuklirnya, yang ditentang keras oleh Israel.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |