Jakarta -
Anggota DPR RI sekaligus Ketua MPR RI ke-15 dan Ketua Umum Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api Bela Diri Indonesia (PERIKSHA) Bambang Soesatyo (Bamsoet) meresmikan komunitas Cerutu Nusantara 'PERIKHSA Cigar Brotherhood' sekaligus meluncurkan 'BAMSOET CIGAR' cerutu premium dari tembakau pilihan petani Indonesia. Langkah itu untuk mendorong cerutu lokal bersaing di pangsa pasar cerutu dunia.
Sebab pasar global memiliki potensi yang besar yakni mencapai nilai pasar hingga US$ 56,70 miliar pada tahun 2025 dan diproyeksikan akan terus tumbuh. Hal itu diungkapkan olehnya saat melantik Presiden PERIKHSA Cigar Brotherhood, Charles Wicaksana dan Sonny Harsono sekaligus peluncuran produk cerutu nusantara 'BAMSOET CIGAR' di Parle Senayan Jakarta, Kamis (30/10/2025).
"Prospek industri cerutu atau cigar Indonesia cukup cerah. Didorong oleh peningkatan permintaan cerutu premium, minat dari pasar internasional, dan tren baru di kalangan anak muda. Permintaan global terhadap cerutu premium juga terus meningkat. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, China, dan Taiwan menjadi pasar utama bagi produk cerutu Indonesia yang bisa menambah devisa negara melalui peningkatan nilai ekspor," kata Bamsoet dalam keterangan tertulis, Jumat (31/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan cerutu bukan sekedar tembakau yang dibakar atau hanya tentang asap. Tetapi setiap tarikan dan hembusan yang keluar dari sebatang cerutu itu ada keringat para petani tembakau di desa, mulai dari pemetikan, penggulungan, pengeringan serta nasib ribuan pekerja pelinting. Karena dikerjakan dengan tangan manusia (handmade) dan bukan mesin.
"Tugas Kita hari ini adalah meningkatkan kesejahteraan mereka, melalui peningkatan produksi cerutu untuk pasar domestik dan pasar global. Saya optimis karena kualitas tembakau petani kita tidak perlu diragukan lagi. Mereka menanam, memetik, dan merawat daun tembakau dengan ketekunan luar biasa. Cita rasa dan aroma cerutu yang dihasilkan para pelinting Indonesia mampu bersaing dengan produk Kuba atau Dominika, baik dari segi aroma, cita rasa, maupun karakter khasnya," jelasnya.
Bamsoet memaparkan Indonesia memiliki sejarah panjang dalam produksi cerutu, bahkan sejak era kolonial Belanda. Wilayah seperti Jember, Temanggung, dan Yogyakarta menjadi pusat produksi tembakau berkualitas tinggi. Tembakau Besuki Na-Oogst dan Voor-Oogst dari Jember, misalnya terkenal luas di pasar internasional karena aroma dan rasa.
"Data Kementerian Pertanian mencatat, produksi tembakau Indonesia mencapai 225 ribu ton pada tahun 2022. Sebagian besar berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Nusa Tenggara Barat," ungkap Bamsoet.
Dia menjelaskan keunggulan cerutu Indonesia terletak pada kombinasi antara bahan baku berkualitas dan keterampilan perajin lokal. Proses pembuatan yang masih mengandalkan teknik tradisional memastikan setiap batang cerutu memiliki karakteristik unik yang sulit ditiru.
"Dengan kualitas tembakau yang unggul dan keahlian tangan para perajin lokal. Industri cerutu Indonesia telah berhasil menembus pasar internasional, menjadikannya peluang emas bagi pelaku bisnis dan eksportir dan berpotensi besar untuk menjadi bagian dari diplomasi budaya Indonesia," jelas Bamsoet.
Bamsoet menambahkan cerutu 'BAMSOET CIGAR' dibuat sepenuhnya secara handmade oleh perajin lokal. Prosesnya panjang dan memerlukan ketelitian tingkat tinggi. Setelah daun tembakau dipetik, proses pengeringan dilakukan selama 25 hingga 45 hari, tergantung cuaca dan kelembaban. Pengeringan dilakukan secara alami untuk menjaga warna dan minyak alami daun. Setelah itu barulah masuk tahap fermentasi minimal 2 tahun, sebelum digulung oleh pelinting.
"Kalau Kuba punya Cohiba, Dominika punya Davidoff, Indonesia seharusnya punya cerutu atau cigar unggulan. Inilah waktunya kita percaya diri bahwa hasil tangan anak bangsa bisa berdiri sejajar dengan produk dunia," tutup Bamsoet.
(akd/ega)


















































