Bahaya! Banjir Impor Barang China Bisa Bikin Tsunami PHK Terulang

1 day ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia - Gempuran barang-barang impor dari China berpotensi mengganggu aktivitas ekonomi di dalam negeri. Sejumlah ekonom mewanti-wanti makin besarnya 'Tsunami' PHK ke depan, imbas dari kalah saingnya industri dalam negeri terhadap barang impor dari China.

"Barang-barang murah asal Tiongkok dapat menggempur pasar domestik, menekan industri lokal, dan mempercepat deindustrialisasi, terutama di sektor padat karya," ucap Ekonom yang juga merupakan Guru Besar bidang Ekonomi Pembangunan Universitas Andalas, Syafruddin Karimi kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (4/6/2025).

Kondisi defisit neraca perdagangan antara Indonesia dengan China memang memburuk hingga April 2025, Ditandai dengan melebarnya defisit neraca ekspor-impor periode Januari-April 2025 yang minus US$ 6,28 miliar, jauh lebih dalam dibandingkan dengan periode Januari-April 2024 yang sebesar US$ 3,02 miliar.

Dipicu oleh cepatnya pertumbuhan impor RI terhadap barang-barang dari China yang menjadi senilai US$ 25,77 miliar atau naik 22,44%, sedangkan ekspor US$ 18,87 miliar dengan kenaikan hanya sebesar 7% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Khusus untuk April 2025, nilai impor barang-barang dari China senilai US$ 7,07 miliar dengan kenaikan sebesar 12,18% dibanding Maret 2025. Sementara itu, untuk ekspor per April 2025 hanya sebesar US$ 4,83 miliar, malah turun 7,03% dibanding Maret 2025.

Syafruddin menganggap, impor dari China yang makin deras itu berpotens makin membuat buruk struktur ekonomi Indonesia karena selain didominasi barang konsumsi, juga barang barang modal, yang menandakan tak kunjung mampunya industri lokal berporduksi secara mandiri.

Berdasarkan catatan BPS impor Indonesia dari China selama empat bulan pertama tahun ini didominasi oleh mesin dan peralatan mekanis (HS 84): US$5,81 Miliar (22,53%), Mesin dan perlengkapan elektrik (HS 85): US$5,37 Miliar (20,84%), serra Kendaraan dan bagiannya (HS 87): US$1,41 Miliar (5,46%).

"Ketika barang modal dan teknologi pun didominasi impor, maka kapasitas inovasi nasional akan tertinggal, menjadikan Indonesia pasar, bukan produsen," tegas Syafruddin.

Ia juga mengingatkan, terus melonjaknya kinerja impor saat ini juga sebetuknya berpotensi membuat neraca transaksi berjalan bisa kembali defisit, memicu tekanan terhadap nilai tukar rupiah dan menambah beban fiskal serta moneter.

"Pemerintah perlu segera menyiapkan strategi perdagangan dan substitusi impor yang berpihak pada industri nasional agar ketergantungan ini tidak berubah menjadi jebakan struktural permanen," kata Syafruddin.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal memiliki pandangan serupa dengan Syafruddin. Ia bilang, risiko dari banjirnya barang impor, khususnya yang berasal dari China, tentu akan menggerogoti pasar industri-industri padat karya.

"Sehingga kemudian bisa berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerjanya, marena ketika akses pasarnya terhambat tentu saja kapasitas terpakai produksinya itu menjadi turun sehingga otomatis kebutuhan untuk bahan baku, tenaga kerja menjadi berkurang," ucap Faisal.

Sama seperti kejadian sebelumnya, Faisal mengatakan, barang impor ini tentu akan membuat daya saing industri di dalam negeri menjadi makin tertinggal, membuat tren PHK seperti tahun lalu bisa kembali terulang.

Saat ini saja, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat jumlah PHK pada periode 1 Januari 2025-10 Maret 2025 telah mencapai 114.675 orang. Terdiri dari jumlah peserta yang tidak lagi menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan karena PHK sebanyak 73.992 orang, dan jumlah peserta yang mengajukan klaim JHT BPJS TK karena PHK 40.683 orang.

Data PHK ini melanjutkan kondisi pada 2024 yang mencapai 411.481 orang. Terdiri dari jumlah peserta yang tidak lagi menjadi peserta BPJS TK sepanjang tahun lalu yang mencapai 257.471, dan jumlah peserta yang mengajukan klaim JHT BPJS TK sebesar 154.010 orang.

"Jadi ini lah yang sering menyebabkan PHK parsial maupun secara keseluruhan ketika industrinya betul-BETUL bangkrut dan tutup. Ini kan sudah terjadi di beberapa industri, Bukan hanya tekstil dan barang dari tekstil atau TPT, tapi alas kaki, sampai ke industri yang lain seperti mainan, peralatan rumah tangga dan lainnya," kata Faisal

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menambahkan, terus meninggnya pertumbuhan impor dalam neraca perdagangan Indonesia bahkan bisa membuat industri di Indonesia akan lebih memilih menjadi importir ketimbang produsen. Artinya, serapan tenaga kerja berkualitas akan tergerus.

"Risikonya makin banyak perusahaan industri baik skala besar dan umkm yang gulung tikar. Bahkan banyak yang pindah sektor usaha jadi importir produk China dibanding jadi produsen. Ini akan ancam kesempatan kerja di sektor padat karya," papar Bhima.


(arj/haa)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Data Ekonomi Baik, Tapi PHK dan Daya Beli Masih Jadi PR

Next Article Duh! Posisi Neraca Dagang RI ke 5 Negara BRICS Tekor US$1,63 M di 2024

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |