Badan Pengkajian MPR Tekankan Perlunya Redefinisi Kedaulatan Rakyat

3 hours ago 3

Jakarta -

Badan Pengkajian MPR RI menyoroti anomali demokrasi di era digital dengan menekankan perlunya redefinisi kedaulatan rakyat. Hal itu agar praktik ketatanegaraan sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.

"Kalau fenomena ini tidak kita pahami secara tepat, demokrasi kita bisa kehilangan arah. Karena itu, redefinisi makna rakyat dan kedaulatan rakyat dalam konteks demokrasi modern perlu dipertimbangkan," ujar Ketua Badan Pengkajian MPR RI, Dr. Andreas Hugo Pareira, dalam keteranganya, Jumat (19/9/2025).

Hal tersebut ia sampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema 'Kedaulatan Rakyat Dalam Perspektif Demokrasi Pancasila' di Tangerang, Kamis (18/9) kemarin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia menilai lebih dari dua dekade pasca perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diskursus mengenai implementasi dan efektivitas konstitusi masih terus berkembang. Meski berbagai kemajuan telah dicapai, praktik ketatanegaraan dinilai tetap menghadapi beragam tantangan.

Andreas mempertanyakan apakah praktik demokrasi saat ini, termasuk pemilihan langsung presiden dan kepala daerah, sudah selaras dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila keempat. Ia menekankan perlunya memperkuat demokrasi substansial di tengah dominasi demokrasi prosedural.

Andreas menegaskan perlunya redefinisi konsep rakyat dan kedaulatan rakyat dalam demokrasi modern. Menurutnya, fenomena politik digital memperlihatkan suara rakyat di ruang maya kini berpengaruh nyata terhadap dinamika politik.

Ia mencontohkan, keputusan mahasiswa membatalkan rencana demonstrasi setelah melihat potensi penunggangan isu di media sosial menunjukkan kecerdasan politik generasi muda sekaligus memperlihatkan betapa kuatnya pengaruh ruang digital.

Menjawab hal tersebut, seorang pakar ahli Prof Dr. Ikrar Nusa Bhakti menegaskan kedaulatan rakyat bukan sekadar slogan, melainkan keyakinan yang lahir dari sejarah perjuangan kemerdekaan.

"Keyakinan akan kedaulatan rakyat erat hubungannya dengan keyakinan akan kemerdekaan. Kalau rakyat berdaulat, itu berarti rakyat bisa melakukan apa saja untuk kepentingan bangsa dan negara," ujar Ikrar.

Sementara itu, pakar ahli lainnya Dr. Surya Tjandra menekankan lima prinsip utama dalam praktik kedaulatan rakyat.

Pertama, kekuasaan milik rakyat, pemerintah dibentuk dan dijalankan atas dasar persetujuan rakyat melalui wakil-wakil di DPR. Kedua, setiap warga negara memiliki hak untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Ketiga, pemimpin wajib memiliki akuntabilitas dan bertanggung jawab. Keempat, seluruh warga negara dijamin kesetaraan serta hak-haknya.

"Dan kelima, semua itu berada dalam kerangka konstitusional. Ia menambahkan, kedaulatan rakyat juga menjadi dasar legitimasi demokrasi itu sendiri," tuturnya.

Surya merujuk hasil jajak pendapat Kompas pada 15 September lalu yang menunjukkan 49 persen responden merasa semakin berani menyampaikan kritik.

"Kalau saya sebagai masyarakat sipil, saya senang dengan perkembangan ini. Pengalaman aksi turun ke jalan, bahkan sampai ribuan orang mengiringi pemakaman seorang ojol, Affan Kurniawan, itu tidak akan hilang begitu saja. Di era digital, semua bisa dibagikan dengan cepat, emosi lebih dominan daripada detail, dan itu mampu menggerakkan orang untuk bertindak," ungkapnya.

Surya menilai, dinamika ini menandai masuknya Indonesia ke dalam level politik baru yang bahkan belum pernah terjadi sejak era reformasi.

(anl/anl)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |