Asal Muasal hingga Jumlah Paparan Mikroplastik Cemari Hujan Jakarta

5 hours ago 1
Jakarta -

Mikroplastik mencemari udara Jakarta hingga masuk ke dalam air hujan. Asal-usul paparan mikroplastik ini pun diungkap oleh para peneliti.

Sebagaimana diketahui, belakangan ini temuan soal mikroplastik dalam hujan di Jakarta menjadi perbincangan publik. Selain Jakarta, ternyata ada beberapa daerah lain yang udaranya tercemar mikroplastik.

Hal itu salah satunya terungkap dalam kajian yang dirilis oleh Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON), Kamis (23/10/2025). ECOTON melakukan kajian ini bersama Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SEIJ).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penelitian dilakukan pada Mei-Juli 2025. Penelitian kontaminasi mikroplastik di udara ambien dilakukan terhadap 18 kota/kabupaten di Indonesia.

Penelitian ini memakai metode pemantauan deposisi pasif mikroplastik udara dengan analisis mikroskopik dan spektroskopi inframerah Fourier Transform (FTIR) untuk memastikan jenis polimernya. Langkah penelitian meliputi Penempatan cawan petri kaca pada ketinggian 1-1,5 meter (zona pernapasan manusia) di lokasi representatif tiap kota.

Hasil kajian itu mengungkap 5 kota dengan kontaminasi tertinggi. Jakarta Pusat menempati urutan pertama. Ukuran partikel untuk 2 jam per 9 cm. Sedangkan kadar fragmen 53,26% jenis Fiber 46,14% dan jenis film 0,6%. Berikut ini daftar lengkap 18 kota tersebut:

1. Jakarta Pusat (37 partikel)
2. Jakarta Selatan (30 partikel)
3. Bandung (16 partikel)
4. Semarang (13 partikel)
5. Kupang (13 partikel)
6. Denpasar (12 partikel)
7. Jambi (12 partikel)
8. Surabaya (12 partikel)
9. Palembang (10 partikel)
10. Pontianak (10 partikel)
11. Aceh Utara (10 partikel)
12. Sumbawa (10 partikel)
13. Palu (9 partikel)
14. Sidoarjo (9 partikel)
15. Gianyar (6 partikel)
16. Solo (6 partikel)
17. Bulukumba (4 partikel)
18. Malang (2 partikel)

Kepala Laboratorium ECOTON, Rafika Aprilianti menjelaskan bahwa kajian ini mendukung temuan penelitian BRIN yang mengungkap air hujan di Jakarta mengandung mikroplastik. Oleh karena itu, Jakarta menempati urutan pertama.

"Tingginya mikroplastik di udara Jakarta berdampak pada tingginya kadar mikroplastik dalam air hujan, karena air hujan menyerap material di atmosfer udara sehingga mikroplastik yang ada di udara tertangkap air hujan dan larut di dalamnya," kata Rafika.

Untuk Jakarta, pengambilan sampel dilakukan di Pasar Tanah Abang, Jalan Sawah Besar, dan Kawasan Ragunan. Pasar Tanah Abang yang merupakan pusat perdagangan tekstil terbesar di Asia Tenggara menjadi hotspot mikroplastik akibat kombinasi lalu lintas kendaraan tinggi, penggunaan plastik sekali pakai, aktivitas bongkar-muat barang, dan pelepasan serat sintetis dari pakaian tekstil.

Asal-usul Mikroplastik

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan mikroplastik yang ditemukan dalam air hujan di Jakarta tidak selalu berasal dari wilayah itu sendiri. Mikroplastik itu dapat berpindah dari satu daerah ke daerah lain melalui udara sebelum akhirnya turun ke permukaan bumi.

"Kami ingin menjelaskan bagaimana mikroplastik dapat dikategorikan sebagai bagian dari aerosol dalam sistem atmosfer. Secara definisi, aerosol adalah partikel padat atau cair yang tersuspensi di udara," kata Fungsional Madya Pengamat Meteorologi dan Geofisika BMKG, Dwi Atmoko, saat media briefing di Balai Kota Jakarta, Jumat (24/10/2025).

Ia menjelaskan, sumber aerosol sangat beragam, baik alami maupun akibat aktivitas manusia. Sumber alami bisa berasal dari percikan ombak laut, debu vulkanik hingga bahan organik.

Sedangkan sumber aerosol yang dipengaruhi aktivitas manusia dapat berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, asap kendaraan, pembakaran sampah terbuka, maupun penggunaan produk bertekanan seperti parfum atau spray.

"Semua itu melepaskan partikel-partikel halus ke atmosfer," ujarnya.

Mikroplastik Berpindah Ikuti Pola Angin

Ia menjelaskan, partikel aerosol termasuk mikroplastik yang dapat berpindah mengikuti arah dan pola angin. Pergerakannya terjadi secara vertikal maupun horizontal, tergantung kondisi atmosfer.

Dwi menjelaskan ada dua cara utama partikel itu turun ke bumi, yakni deposisi kering dan deposisi basah.

"Deposisi kering (dry deposition) yaitu partikel jatuh ke permukaan bumi karena pengaruh gravitasi, terutama saat angin lemah atau udara tenang. Partikel-partikel ini akan menempel di permukaan daun, bangunan, air, atau tanah," ungkapnya.

"Deposisi basah (wet deposition), partikel di atmosfer menjadi inti kondensasi pembentukan awan, lalu ikut turun ke bumi melalui air hujan. Dengan demikian, air hujan dapat membawa partikel aerosol, termasuk mikroplastik, turun ke permukaan," lanjutnya.

Di sisi lain, hasil pengamatan satelit CALIPSO (Cloud-Aerosol Lidar and Infrared Pathfinder Satellite Observation) menunjukkan aerosol dapat mencapai ketinggian hingga 15 kilometer di atmosfer. Namun, tidak semua partikel bisa ikut turun bersama hujan. Sebagian akan jatuh kembali ke bumi saat kondisi atmosfer tenang.

Setelah mencapai permukaan, partikel mikroplastik dapat masuk ke badan air seperti sungai dan laut, sehingga menjadi sumber baru pencemaran di lingkungan perairan.

"Perlu dipahami bahwa mikroplastik di suatu daerah tidak selalu berasal dari daerah itu sendiri. Fenomena ini disebut transportasi polutan (pollutant transport) di mana partikel-partikel polutan terbawa angin dari satu wilayah ke wilayah lain," ungkapnya.

"Artinya, mikroplastik yang ditemukan di Jakarta bisa saja berasal dari wilayah lain, atau sebaliknya, partikel dari Jakarta terbawa angin ke daerah lain," sambungnya.

Menurutnya, letak Indonesia di garis ekuator menyebabkan wilayahnya menerima radiasi matahari yang tinggi. Saat musim kemarau, suhu panas sering memicu pembakaran sampah terbuka oleh masyarakat.

Faktor Iklim

Ia menambahkan, kondisi iklim tropis dengan tingkat penguapan dan pembentukan awan yang tinggi juga mempercepat siklus deposisi partikel tersebut.

"Partikel-partikel tersebut kemudian terdeposit kembali ke permukaan bumi melalui hujan," ujarnya.

Dalam situasi saat ini, ketika angin bertiup dari arah timur hingga tenggara, polutan dari wilayah-wilayah tersebut dapat terbawa ke Jakarta, begitu pula sebaliknya. Ia pun mengatakan mikroplastik dapat dianggap bagian dari aerosol, partikel kecil di atmosfer yang terus bergerak, berpindah, dan akhirnya turun ke bumi melalui hujan atau deposisi kering.

"Kesimpulannya, mikroplastik dapat dianggap bagian dari aerosol, partikel kecil di atmosfer yang terus bergerak, berpindah, dan akhirnya turun ke bumi melalui hujan atau deposisi kering. Proses sirkulasi inilah yang membuat mikroplastik bisa ditemukan di berbagai tempat, bahkan jauh dari sumber aslinya," imbuhnya.

Peningkatan Kadar Mikroplastik

Profesor riset BRIN Muhammad Reza Cordova mengatakan penelitian yang dilakukan pihaknya menunjukkan peningkatan kadar mikroplastik hingga lima kali lipat dalam air hujan di Muara Angke, Jakarta Utara, antara 2015 hingga 2022. Reza pun menyampaikan kekhawatirannya mikroplastik itu masuk ke darah manusia.

Penelitian itu menggunakan rain gauge atau alat pengukur air hujan selama 12 bulan. Dia menjelaskan berapa banyak kandungan mikroplastik dalam air hujan di lokasi penelitian itu.

"Kami melakukan kajian mikroplastik di Muara Angke di titik yang sama itu meningkat lima kali lipat dari tahun 2015 ke 2022. Rata-rata, terdapat 3 hingga 40 partikel mikroplastik per meter persegi per hari yang terbawa oleh air hujan," kata Reza Cordova pada kesempatan yang sama.

Reza mengatakan mikroplastik itu berukuran sangat kecil. Dia mengatakan mikroplastik mudah terbawa di udara, ikut dalam air hujan, hingga terhirup manusia.

"Air hujan yang awalnya bersih ternyata bisa menjadi media pembawa mikroplastik. Dalam waktu sangat singkat, partikel-partikel plastik di udara bisa larut dan ikut terbawa air hujan," ujarnya.

Dipicu Pengelolaan TPA

Reza menilai peningkatan mikroplastik di udara berkaitan dengan pengelolaan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Terutama, katanya, TPA yang ada di sekitar Jakarta masih menggunakan sistem open dumping atau penumpukan sampah secara terbuka.

"Semakin terbuka sistemnya, semakin tinggi mikroplastik yang dihasilkan. Dari hasil riset kami, air lindi di TPA bisa meningkatkan kandungan mikro dan mesoplastik tiga sampai sembilan kali lipat di badan air," ujarnya.

Menurut dia, sinar matahari yang mengenai tumpukan sampah plastik di TPA juga menyebabkan proses pemanasan hingga memecah plastik menjadi partikel kecil. Dia mengatakan partikel itu mudah terbawa angin ke udara.

Selain dari TPA, rumah tangga juga menjadi sumber mikroplastik yang signifikan. Reza menyebut mikroplastik mampu menyerap zat lain di sekitarnya seperti logam berat, polutan kimia, hingga mikroorganisme.

"Mikroplastik bisa menjadi media pembawa polutan lain atau bahkan virus yang kemudian terhirup oleh manusia," tuturnya.

Meski dampaknya terhadap kesehatan masih terus diteliti, Reza mengingatkan paparan mikroplastik dapat menyebabkan iritasi, peradangan, hingga gangguan jantung dan pembuluh darah. Terutama, katanya, bila partikel berukuran di bawah 50 mikron masuk ke aliran darah.

"Jika ukurannya di bawah 50 mikron, mikroplastik berpotensi masuk ke darah dan menuju organ vital, seperti jantung," ujarnya.

Bahaya Mikroplastik

Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mengingatkan masyarakat soal bahaya mikroplastik yang terdapat dalam air hujan di Jakarta. Dinkes mengatakan mikroplastik bisa menambah risiko bagi pasien diabetes terkena stroke bila masuk ke pembuluh darah.

"Ketika ada orang dengan diabetes juga merokok, ditambah juga (terpapar) mikroplastik maka risiko terjadinya serangan jantung dan serangan stroke bisa meningkat," kata Ketua Subkelompok Penyehatan Lingkungan, Dinkes DKI, Rahmat Aji Pramono di Balai Kota Jakarta, Jumat (24/10/2025).

Dia menjelaskan mikroplastik yang berasal dari degradasi limbah plastik termasuk serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, serta sisa pembakaran sampah plastik ukurannya bisa lebih kecil dari debu dan bakteri.

Menurut Rahmat, ketika masuk ke organ tubuh, mikroplastik akan menimbulkan peradangan atau perlukaan di organ tersebut. Bila peradangan terjadi di saluran pernapasan, timbul masalah kesehatan, seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan lainnya.

Mikroplastik yang berukuran lebih kecil bahkan bisa ke dalam pembuluh darah dan mengakibatkan perlukaan di sana.

"Apalagi kalau perlukaannya di jantung, di otak, efeknya bisa serangan jantung maupun stroke. Tapi hal ini menjadi faktor risiko, bukan serta-merta mikroplastik ini menjadi agen tunggal penyebab penyakitnya," ujarnya.

Sementara itu, pasien diabetes sebenarnya sudah berisiko lebih tinggi terkena stroke dibandingkan orang tanpa diabetes karena kadar gula darah tinggi dapat merusak pembuluh darah.

Di sisi lain, Rahmat mengatakan efek mikroplastik bagi kesehatan membutuhkan waktu bertahun-tahun atau tak seketika dialami mereka yang terpapar. Mikroplastik menjadi bahan perbincangan berbagai kalangan belakangan ini, seiring publikasi hasil penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bahwa air hujan di Jakarta mengandung partikel mikroplastik.

"Penelitian yang sebenarnya dilakukan pada tahun 2022 itu menunjukkan mikroplastik dalam setiap sampel air hujan di ibu kota terbentuk dari degradasi limbah plastik melayang di udara akibat aktivitas manusia," imbuhnya.

Imbau Pabrik di Jakarta Pakai Penyaring Polutan

Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta meminta seluruh pabrik di Jakarta menambah alat penyaring polutan atau scrubber. Hal itu diharapkan bisa mencegah penyebaran mikroplastik ke udara hingga berujung hujan mengandung mikroplastik.

"Jadi memang kami melakukan sanksi-sanksi, ya. Jadi terhadap perusahaan yang memang menimbulkan emisi yang mencemari itu juga sudah ada sanksi-sanksi sesuai dengan peraturan dari Kementerian LH," kata Kepala Dinas LH DKI Jakarta, Asep Kuswanto.

Kepala Dinas LH DKI Jakarta, Asep Kuswanto (Belia/detikcom)Kepala Dinas LH DKI Jakarta, Asep Kuswanto (Belia/detikcom)

Asep mengatakan perusahaan harus menambah scrubber. Dia mengatakan perusahaan juga harus menambah sistem pemantauan kualitas udara otomatis atau Continuous Emission Monitoring System (CEMS).

"Kami memang pertama melakukan apa namanya, meminta kepada pabrik-pabrik tersebut untuk menggunakan atau menambah scrubber. Kemudian juga memasang CEMS, alat ukur terhadap tingkat polusi," ujarnya.

Bakal Sanksi Pabrik yang Lebihi Ambang Batas Emisi

Asep mengatakan Pemprov DKI tidak akan segan memberikan sanksi kepada pabrik yang terbukti melebihi ambang batas emisi. Sanksi yang akan diberikan bisa berupa sanksi administratif hingga penutupan usaha.

"Nah apabila memang melebihi baku mutu yang ada, pasti akan kami kenakan sanksinya berupa sanksi administratif, denda atau bahkan penutupan usaha tersebut," ujarnya.

Simak juga Video: Menteri LH soal Tumpukan Sampah di TPA Sebabkan Hujan Mikroplastik

(rdp/rdp)


Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |