Jakarta, CNBC Indonesia - Perubahan garis kemiskinan Bank Dunia atau World Bank per Juni 2025 membuat tingkat kemiskinan negara-negara dunia mengalami kenaikan, tak terkecuali Indonesia.
Tingkat kemiskinan Indonesia pun masih lebih tinggi dibanding negara-negara tetangga yang memiliki kapasitas ekonomi setara, seperti Filipina dan Vietnam.
Permasalahan ini pun menjadi sorotan khusus tim penasehat khusus ekonomi Presiden Prabowo Subianto yang tergabung ke dalam Dewan Ekonomi Nasional atau DEN.
"Ini menjadi indikasi kuat bahwa ketimpangan pendapatan kita jauh lebih tinggi dibandingkan negara dengan pendapatan setara," kata Anggota DEN Arief Anshory Yusuf kepada CNBC Indonesia, Selasa (10/6/2025).
Garis kemiskinan Bank Dunia terbaru telah mengadopsi purchasing power parity (PPP) atau paritas daya beli terbaru, yakni 2021 PPP dari sebelumnya 2017 PPP. Dengan begitu garis kemiskinan internasional atau yang biasanya menjadi ukuran tingkat kemiskinan ekstrem dari semula US$ 2,15 2017 PPP menjadi US$ 3.00 2021 PPP.
Lalu, untuk garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke bawah dari US$ 3,65 menjadi US$ 4,20. Sementara itu, untuk garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas, seperti Indonesia di dalamnya, dari semula sebesar US$ 6,85 2017 PPP menjadi US$ 8,30 2021 PPP.
Mengacu pada ukuran garis kemiskinan tersebut, Bank Dunia mencatat tingkat kemiskinan Indonesia yang masuk kategori negara berpendapatan tinggi ialah sebesar 68,25% dari total jumlah penduduk pada 2024 sebanyak 285,1 juta jiwa. Dengan begitu jumlahnya menjadi 194,58 juta jiwa.
Jumlah penduduk miskin itu tentu naik bila dibandingkan dengan penggunaan garis kemiskinan negara berpendapatan menengah atas sebelumnya yang sebesar US$ 6,85 2017 PPP. Dengan ukuran itu, tingkat kemiskinan Indonesia sebesar 60,25% dari total penduduk pada 2024 atau setara 171,77 juta jiwa.
Bila dibanding negara tetangga, tingkat kemiskinan Indonesia yang sebesar 68,25% itu masih jauh lebih tinggi dari Vietnam dan Filipina.
Vietnam levelnya hanya sebesar 21,50% dari total penduduknya pada 2022, sedangkan Filipina 58,74% dari total penduduknya yang tercatat pada 2023.
"Filipina (PDB per kapita US$4.320) mencatat tingkat kemiskinan UMIC sebesar 58,7%, dan Vietnam (US$4.110) hanya 21,5%. Sementara Indonesia berada di angka 68,3%," kata Arief yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpad.
Arief menjelaskan, tingginya tingkat kemiskinan Indonesia dibanding negara tetangga itu menjadi indikasi pentingnya penyesuaian ukuran garis kemiskinan di Indonesia dengan Bank Dunia. Mengingat berdasarkan ukuran BPS, garis kemiskinan nasional saat ini sebesar Rp 595.000 per bulan (Rp 19.833 per hari) hanya sedikit lebih tinggi dari batas kemiskinan ekstrem internasional (Rp 546.400 per bulan).
Sebab, tanpa adanya penyesuaian garis kemiskinan yang sesuai dengan standar internasional, ia menilai kebijakan penanganan kemiskinan tak akan bisa kunjung akurat. Membuat ketimpangan pendapatan antar masyarakat makin memburuk.
"Data dari Standardized World Income Inequality Database (SWIID) mencatat Koefisien Gini Indonesia (2023) adalah 0,46, jauh di atas Filipina (0,38) dan Vietnam (0,35). Bahkan, Indonesia termasuk dalam 20% negara paling timpang di dunia," ucap Arief.
(arj/haa)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Terkait China, AS Persulit Vietnam Dalam Negosiasi Dagang
Next Article Ini Alasan Skor Investasi-Bisnis RI Kalah dari Singapura & Vietnam