Alarm Jepang Berbunyi! Yen Bisa Terjun Bebas-Yield Obligasi Meledak

4 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Mantan anggota dewan kebijakan Bank of Japan (BOJ), Seiji Adachi, memberikan peringatan keras bahwa mata uang Yen berisiko terus melemah dan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah akan melonjak tanpa henti. Kondisi ini dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap kebijakan fiskal ekspansif yang ditempuh oleh pemerintahan Perdana Menteri Sanae Takaichi.

Meskipun BOJ baru saja menaikkan suku bunga ke level tertinggi dalam 30 tahun sebesar 0,75% pada hari Jumat lalu, Yen tetap tertekan. Pasar menilai komentar Gubernur Kazuo Ueda setelah pertemuan tersebut mengisyaratkan bahwa bank sentral tidak akan terburu-buru untuk menaikkan suku bunga lebih lanjut.

Adachi, yang menjabat di dewan BOJ hingga Maret lalu, menyebutkan bahwa pelemahan Yen saat ini lebih banyak dipengaruhi oleh keraguan pasar terhadap kemampuan Jepang dalam menjaga kesehatan fiskalnya, bukan sekadar kebijakan moneter.

"Yen melemah meskipun selisih suku bunga Jepang-AS menyempit, yang berarti ini hampir tidak ada hubungannya dengan kebijakan BOJ," ujar Adachi dalam wawancara dengan Reuters, Senin (22/12/2025).

Ia menambahkan bahwa investor mulai menuntut premi yang lebih tinggi atas risiko fiskal Jepang, yang tercermin dari kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Jepang (Japanese Government Bond/JGB).

Imbal hasil JGB tenor 10 tahun bahkan telah menyentuh level tertinggi dalam 27 tahun sebesar 2,1% pada hari Senin. Kenaikan ini merefleksikan prospek kenaikan suku bunga BOJ di masa depan dan rencana penerbitan utang dalam jumlah besar oleh pemerintah.

Adachi memprediksi BOJ pada akhirnya dapat menaikkan suku bunga hingga 1,5%, dengan kenaikan berikutnya diperkirakan terjadi sekitar bulan Juli tahun depan. Namun, siklus kenaikan bunga ini akan membengkakkan biaya pendanaan utang publik Jepang yang sudah sangat besar.

Kebijakan fiskal PM Takaichi menjadi sorotan tajam karena ukuran anggaran tahun fiskal mendatang, yang merupakan pertama kali disusun oleh Takaichi, kemungkinan akan melebihi 122 triliun yen (Rp 13.200 triliun) sehingga mencetak rekor baru. Kondisi ini akan memerlukan penerbitan obligasi atau utang baru di atas angka tahun sebelumnya yang sebesar 28,6 triliun yen (Rp 3.090 triliun).


Selain itu, anggaran jumbo ini juga mencakup paket stimulus sebesar 21,3 triliun yen (Rp 2.300 triliun) yang didanai oleh anggaran tambahan tahun fiskal berjalan untuk meredam dampak kenaikan biaya hidup bagi rumah tangga.

"Sangat sulit untuk menghapus keraguan pasar atas keuangan Jepang setelah Takaichi dengan begitu kuat mencitrakan kebijakannya sebagai kebijakan fiskal yang proaktif," tegas Adachi, seraya memperingatkan bahwa lonjakan imbal hasil obligasi akan menjadi risiko terbesar bagi ekonomi Jepang pada tahun 2026 mendatang.

(tps/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |