Pengacara, Firdaus Oiwobo, mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang tentang Advokat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan itu diajukan karena merasa dirugikan oleh pembekuan sumpah advokatnya seusai peristiwa naik meja di ruang Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Dilihat dari situs MK, Rabu (12/11/2025), gugatan Firdaus Oiwobo itu terdaftar dengan nomor 217/PUU-XXIII/2025. Dalam gugatannya, Firdaus mengajukan gugatan terhadap Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 8 ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini petitumnya:
1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya
2. Menyatakan pasal 7 ayat (3) UU 18/2003 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'organisasi advokat wajib memberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan diri secara adil, transparan dan proporsional kepada advokat yang diduga melanggar kode etik sebelum organisasi advokat menjatuhkan sanksi atau tindakan pemberhentian sementara atau tetap'.
3. Menyatakan pasal 8 ayat (2) UU 18/2003 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:
a. Dalam hal penindakan berupa pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud dalam pasa 7 huruf c atau pemberhentian tetap sebagaimana dimaksud dalam huruf d, Organisasi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan putusan penindakan tersebut kepada Mahkamah Agung untuk ditindaklanjuti
b. Dalam hal Mahkamah Agung telah menerima putusan penindakan dari Organisasi Advokat, Mahkamah Agung membekukan berita acara sumpah advokat terkait sesuai dengan keputusan etik Dewan Kehormatan Organisasi Advokat
c. Satu-satunya lembaga yang berwenang memeriksa, mengadili dan menjatuhkan sanksi kepada advokat adalah Dewan Kehormatan Organisasi Advokat
d. Segala bentuk pembekuan berita acara sumpah (BAS) advokat yang tidak didasarkan pada putusan penindakan etik Dewan Kehormatan Organisasi Advokat harus batal demi hukum
4. Menyatakan penetapan Ketua Pengadilan Tinggi Banten nomor 52/KPT.W29/HM.1.1.1/II/2025 tidak mempunya dasar kewenangan dan bertentangan dengan UUD 1945
5. Memerintahkan agar putusan terhadap perkara ini dimuat dalam berita negara.
Atau apabila majelis berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Alasan Permohonan
Firdaus mengatakan dirinya mengalami kerugian konstitusional akibat penerapan pasal-pasal yang digugatnya itu. Dalam permohonannya, Firdaus mengatakan dirinya telah menjalani pengambilan sumpah profesi di hadapan Majelis Pengadilan Tinggi Banten.
Firdaus menyebut dirinya kerap memberikan bantuan hukum secara gratis atau pro bono selama menjalani profesi advokat. Dia mengatakan dirinya dinyatakan melanggar kode etik oleh Kongres Advokat Indonesia (KAI) pada 8 Februari 2025.
"Bahwa pemohon dianggap telah melanggar kode etik profesi karena menaiki meja kuasa hukum di ruang pengadilan saat sidang diskors oleh majelis hakim yang memeriksa saudara Razman Arif Nasution dan majelis hakim sudah meninggalkan ruang sidang. Sedangkan hal tersebut dilakukan pemohon karena tidak sadar dan secara spontan karena di ruang sidang sedang terjadi keributan dan kericuhan dan pemohon sedang terlalu fokus melihat ke arah saudara Razman Arif Nasution sebagai kliennya yang sedang dikerumuni banyak dan bersitegang dengan banyak pihak," ujarnya dalam permohonan tersebut.
Dia mengatakan sanksi etik itu dijatuhkan tanpa ada proses sidang etik yang adil dan terbuka. Dia merasa tak pernah diberi kesempatan membela diri.
Pada 11 Februari, katanya, Ketua PT Banten menerbitkan pembekuan berita acara sumpah advokat terhadap dirinya. Hal itu membuat dirinya tak bisa lagi menjalankan pekerjaan sebagai advokat.
"Pembekuan berita acara sumpah tersebut telah meniadakan hak pemohon untuk mencari nafkah, menjalankan pekerjaannya sebagai advokat, membantu para pencari keadilan melalui profesinya secara sah dan dilindungi oleh undang-undang," ujarnya.
(haf/imk)

















































