Rekrutmen Spa di Jaksel Didalami Terkait Dugaan Eksploitasi Terapis ABG Tewas

2 days ago 4
Jakarta -

Polres Metro Jakarta Selatan akan memeriksa pihak spa terkait kasus kematian terapis wanita berinisiatif RTA (14) di lahan kosong Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan (Jaksel). Polisi akan mendalami proses rekrutmen korban yang statusnya masih berusia anak.

"Kita harus memastikan korban ini bagaimana pada saat perekrutan, kita harus tahu semua dulu, kan ada langkah-langkah yang harus kita lakukan," kata Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Nicolas Ary Lilipali kepada wartawan, Senin (13/10/2025).

Nicolas mengatakan sejauh ini ada 15 orang saksi sudah diperiksa terkait tewasnya korban anak baru gede (ABG) itu. Para saksi di antaranya manajer hingga teman sesama terapis di spa tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi sementara ini sudah 15 orang, dari teman sesama terapisnya, dari manajemen perusahaan itu sendiri, ataupun dari orang-orang seperti sekuriti dan sebagainya," ujarnya.

Pihak keluarga pun sudah melaporkan dugaan eksploitasi pekerja terkait kasus tewasnya korban RTA. Polisi masih menyelidiki laporan dugaan eksploitasi korban.

"Jadi kita masih tetap melakukan penyelidikan. Kita menggunakan Pasal eksploitasi anak, TPPO, Pasal 2 UU TPPO dan juga UU Perlindungan Anak. Jadi kita pastikan dulu, pada saat dia mendaftar itu bagaimana, dia menggunakan identitasnya dia yang sesungguhnya atau tidak. Jadi ini semua yang sedang kita lakukan penyelidikan untuk mengungkap ini semua," jelasnya.

Jasad korban ditemukan pada Kamis (2/10) pukul 05.00 WIB. Polisi mengatakan ada saksi yang mendengar teriakan wanita sebelum korban ditemukan.

Kakak Ungkap Curhatan Korban

Misteri kematian terapis wanita berinisial RTA yang ditemukan tewas di lahan kosong Pejaten, Pasar Minggu, Jaksel, belum terungkap. Sang kakak mengungkap curhatan adiknya sebelum tewas soal kondisi kerja yang memprihatinkan.

Kakak korban, berinisial F, mengungkapkan adiknya itu sempat curhat ingin keluar dari spa tempatnya bekerja di Jaksel. Curhatan itu diterima kakaknya sekitar 5 hari sebelum adiknya ditemukan tewas.

"Intinya kalau mau keluar dari kerjaan spa harus bayar denda Rp 50 juta," kata F saat dihubungi wartawan, Rabu (8/10).

Selain itu, F menyampaikan bahwa adiknya hanya digaji Rp 1 juta per bulan. Hal ini salah satunya membuat adiknya tidak betah dan ingin keluar dari pekerjaannya itu.

"Pengakuan korban (adik) kayak gitu (digaji Rp 1 juta)," ucapnya.

Dia menambahkan, adiknya yang baru berusia 14 tahun itu belum setahun bekerja di spa. F mengatakan adiknya memutuskan bekerja karena ingin hidup mandiri. Namun dia tak menyangka adiknya bisa bekerja jauh dari kampung halamannya di Jawa Barat, bahkan pernah ke Bali.

(wnv/jbr)


Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |