Polres Soetta Tangkap Pemalsu Kartu Pekerja Migran, Edit Dokumen Lewat HP

3 hours ago 1

Jakarta -

Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Bandara Soekarno-Hatta mengungkap kasus pemalsuan kartu pekerja migran Indonesia elektronik (e-PMI) atau kartu tenaga kerja luar negeri (KTKLN). Dua pelaku berinisial UM dan AJW ditangkap.

Awal mula kasus ini terbongkar dari adanya pencegahan calon pekerja migran Indonesia bernama Kadek Sastra Utama yang hendak ke Oman untuk bekerja sebagai terapis. Hasil pemeriksaan, dokumen milik Kadek tidak valid.

"Petugas menemukan adanya dokumen yang tidak valid. Setelah diperiksa, CPMI tersebut mengaku dibantu oleh tersangka UM dalam proses keberangkatannya," ujar Kasat Reskrim Polres Bandara Soekarno-Hatta Kompol Yandri Mono kepada wartawan, Selasa (11/11/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

AJW ditangkap di rumahnya di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, pada 14 Oktober. AJW mengakui perbuatannya dan menjelaskan, dia menerima upah Rp 400 ribu dari UM untuk memalsukan dokumen e-PMI milik Kadek.

"Tersangka mengedit dokumen menggunakan ponsel. Setelah dilakukan pemeriksaan singkat di lokasi, yang bersangkutan dibawa ke Polresta Bandara Soetta untuk penyelidikan lebih lanjut," kata Kanit 4 Indag Krimsus Polres Bandara Soekarno Hatta Iptu Agung Pujianto.

Dalam kesehariannya, tersangka UM berperan sebagai pengurus keberangkatan CPMI, mulai mendampingi pemeriksaan medis, pemesanan tiket, hingga pengurusan visa. Sedangkan AJW merupakan pekerja lepas (freelancer) di bidang ekspor-impor biji kopi.

"Diduga keduanya telah melakukan kerja sama dalam memfasilitasi pemberangkatan CPMI dengan dokumen palsu untuk mendapatkan keuntungan pribadi," kata Agung.

Kedua pelaku dijerat dengan Pasal 83 jo Pasal 68 dan/atau Pasal 81 jo Pasal 69 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia serta Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Kedua tersangka juga disangkakan Pasal 51 jo Pasal 35 Undang-Undang ITE jo Pasal 56 KUHP karena dengan sengaja memanipulasi dan mengubah dokumen elektronik agar tampak otentik.

"Atas perbuatannya, para tersangka terancam hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp 15 miliar," kata Agung.

Kepala BP3MI Banten Kombes Budi Novijanto menjelaskan e-PMI adalah suatu bukti CPMI yang akan berangkat kerja ke luar negeri sudah melakukan tahapan prosedur yang diatur Undang undang.

Budi mengatakan sejauh ini sudah ada dua kasus pemalsuan e-PMI.

"Biasanya, apabila mereka akan berangkat ke negara penempatan, akan ditanyakan e-PMI tersebut oleh pihak maskapai pada saat check-in dan oleh pihak Imigrasi saat akan melintas," kata Budi.

"Jadi, kalau mereka tidak memiliki e-PMI, bisa dikatakan mereka tidak mengikuti aturan yang diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI (non-prosedural)," lanjutnya.

(idn/imk)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |