Jakarta -
Musim hujan 2025/2026 diperkirakan tiba lebih awal dibanding kondisi normal. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut sebagian wilayah Indonesia sudah mulai diguyur hujan sejak Agustus lalu dan akan meluas dalam beberapa bulan ke depan.
Prediksi ini menjadi peringatan sekaligus peluang. Di satu sisi, potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor perlu diantisipasi. Di sisi lain, musim hujan yang lebih cepat bisa dimanfaatkan sektor pertanian untuk meningkatkan produktivitas.
Awal Musim Hujan Mulai September-November
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan, awal musim hujan tahun ini cenderung maju di sebagian besar wilayah Indonesia. Berdasarkan data 699 Zona Musim (ZOM), terdapat 294 ZOM atau 42,1 persen yang diperkirakan mengalami musim hujan lebih cepat dari biasanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Musim hujan diprediksi berlangsung dari Agustus 2025 hingga April 2026, dengan puncak hujan yang bervariasi, sebagian besar terjadi pada November-Desember 2025 di Sumatera dan Kalimantan, serta Januari-Februari 2026 di Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua," ujar Dwikorita dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (12/9/2025).
Sebanyak 79 ZOM diprediksi sudah memasuki musim hujan pada September 2025, disusul 149 ZOM pada Oktober, dan 105 ZOM pada November. Sementara itu, sebagian kecil wilayah diperkirakan baru memasuki musim hujan lebih lambat.
Potensi Ancaman Bencana Hidrometeorologi
BMKG memperkirakan sifat hujan pada periode 2025/2026 umumnya normal. Namun ada 193 ZOM atau 27,6 persen wilayah yang berpotensi mengalami curah hujan di atas normal, terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, beberapa wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua.
"Kondisi ini perlu diwaspadai karena meningkatkan potensi banjir, banjir bandang, tanah longsor, hingga angin kencang," kata Dwikorita. Ia menekankan perlunya langkah mitigasi sejak dini, mulai dari perbaikan drainase, pengelolaan waduk, hingga kesiapan evakuasi masyarakat di daerah rawan.
Selain bencana hidrometeorologi, BMKG juga mengingatkan risiko kesehatan. Meningkatnya kelembaban udara pada Desember 2025-Januari 2026 berpotensi memicu penyebaran penyakit tropis seperti Demam Berdarah Dengue (DBD).
Faktor Iklim Pengaruhi Musim Hujan Lebih Awal
Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan, faktor global dan regional turut memengaruhi percepatan musim hujan tahun ini.
Pada Agustus 2025, fenomena El Niño-Southern Oscillation (ENSO) tercatat dalam kondisi netral, sehingga tidak memberi pengaruh signifikan. Namun, Indian Ocean Dipole (IOD) berada pada fase negatif, menandakan suplai uap air tambahan dari Samudra Hindia ke Indonesia, khususnya bagian barat.
Selain itu, suhu muka laut di sekitar perairan Indonesia juga lebih hangat dari rata-rata, yang mendorong terbentuknya awan hujan lebih intensif. IOD negatif diperkirakan bertahan hingga November 2025, sementara ENSO netral akan berlangsung hingga akhir tahun.
Dampak Positif bagi Sektor Pertanian dan Energi
Meski membawa risiko, musim hujan yang lebih cepat juga membuka peluang. BMKG menilai kondisi ini bisa dimanfaatkan sektor pertanian untuk menyesuaikan pola tanam lebih dini.
"Hal ini dapat meningkatkan produktivitas sekaligus mendukung upaya swasembada pangan," ujar Ardhasena. Selain pertanian, sektor energi juga bisa mengambil manfaat dengan optimalisasi pengisian waduk sejak awal musim hujan agar ketersediaan air tetap terjaga.
Dwikorita menambahkan, pengelolaan perkebunan juga harus disesuaikan. Kelembaban tinggi dapat meningkatkan serangan hama, sehingga pengendalian lebih dini perlu dilakukan.
BMKG Ajak Masyarakat Tingkatkan Kesiapsiagaan
Menghadapi musim hujan tahun ini, BMKG mengimbau seluruh pemangku kepentingan untuk lebih waspada. Antisipasi sejak dini di bidang pertanian, energi, perkebunan, kesehatan, hingga kebencanaan diperlukan agar dampak negatif dapat ditekan.
"BMKG telah meningkatkan layanan informasi iklim dan cuaca melalui aplikasi mobile, media sosial, serta komunikasi langsung dengan pemerintah daerah. Informasi ini dapat dimanfaatkan untuk perencanaan, mitigasi, dan pengambilan keputusan yang tepat," tutur Dwikorita.
Musim hujan yang datang lebih cepat menjadi pengingat pentingnya kesiapsiagaan. Dengan sinergi pemerintah, masyarakat, dan sektor terkait, ancaman bencana bisa diminimalkan sekaligus peluang positifnya dapat dioptimalkan.
(wia/zap)