Jakarta -
Menteri Kebudayaan Republik Indonesia Fadli Zon menegaskan pentingnya penguatan riset dan studi kebudayaan Indonesia. Hal itu bertujuan agar menjadi fondasi pengembangan ilmu pengetahuan dan kerja sama internasional di bidang budaya.
Dalam kunjungannya ke National Museum of Ethnology (Minpaku) di Osaka, dia menekankan bahwa Indonesia bukan hanya sumber warisan budaya dunia, tetapi juga pusat pengetahuan yang terus berkontribusi bagi perkembangan studi budaya dan humaniora global.
"Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Tetapi yang tak kalah penting adalah pengetahuan yang lahir dari kebudayaan itu sendiri. Melalui riset dan kerja sama akademik, kita memperdalam pemahaman tentang manusia, sejarah, dan peradaban," kata Fadli Zon dalam keterangan tertulis, Minggu (12/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertemuan di Minpaku menghadirkan para akademisi budaya di Jepang yang telah lama meneliti kebudayaan Indonesia, antara lain Prof. Shota Fukuoka, Wakil Direktur MINPAKU sekaligus etnomusikolog yang meneliti musik Sunda; Prof. Rintaro Ono, arkeolog maritim dan kurator pameran Asia-Oseania; Hiroyuki Imamura, etnolog dan peneliti seni bela diri tradisional pencak silat; serta Masami Okabe, peneliti seni tari dan budaya Jawa.
Diskusi berfokus pada kolaborasi riset dan pengembangan studi budaya di berbagai bidang, mulai dari etnomusikologi, tari, antropologi maritim, seni bela diri tradisional, hingga etnografi Nusantara.
Fadli Zon juga memaparkan sejumlah aktivitas kajian yang tengah dijalankan Kementerian Kebudayaan.
"Saat ini, kami tengah melakukan digitalisasi arsip budaya, pemugaran dan kajian situs megalitik Gunung Padang, serta memperdalam studi berbagai warisan budaya seperti wayang dan dokumentasi manik-manik Nusantara," tuturnya.
"Kami juga baru saja menyepakati pengembalian 28.131 fosil Koleksi Dubois dari Belanda sebagai bagian dari riset warisan prasejarah Indonesia," sambungnya.
Selain museum, Minpaku juga merupakan lembaga riset antropologi dan etnologi terkemuka di Asia yang berada di bawah National Institutes for the Humanities (NIHU). Didirikan tahun 1974 dan dibuka untuk publik pada 1977 di kawasan bekas Expo 1970 Osaka, tempat Indonesia pertama kali berpartisipasi dalam ajang Expo, Minpaku kini memiliki lebih dari 50 peneliti tetap serta koleksi etnografi dari seluruh penjuru dunia.
Dalam kesempatan tersebut, Fadli Zon juga meninjau pameran khusus 'Humans and Boats: Maritime Life in Asia and Oceania' yang dikuratori oleh Prof. Rintaro Ono.
Pameran ini menampilkan koleksi perahu dan artefak bahari dari Indonesia, termasuk perahu tradisional, artefak suku Bajau, serta gambar perahu purba di gua Maros dan Muna.
"Koleksi ini menunjukkan bahwa peradaban maritim Nusantara merupakan salah satu yang tertua dan berpengaruh di dunia. Laut bagi Indonesia bukan sekadar sumber daya, melainkan ruang budaya dan pengetahuan yang membentuk identitas kita," ujar Fadli Zon.
Dia juga meninjau pameran tetap kawasan Asia Tenggara bertema 'A Day in the Life of Southeast Asia' yang menampilkan dinamika kehidupan masyarakat di pedesaan dan perkotaan, dari aktivitas subsisten, rekreasi, hingga kesenian rakyat.
Sejumlah artefak Indonesia seperti topeng, wayang, batik, dan alat musik tradisional memperlihatkan kontribusi besar Indonesia terhadap mosaik peradaban Asia Tenggara.
Dia menjelaskan pertemuan ini diharapkan dapat memperkuat jejaring riset kebudayaan Indonesia dan Jepang. Serta membuka peluang pengembangan studi lintas disiplin antara akademisi kedua negara.
"Kerja sama riset ini adalah cara terbaik untuk memperluas pemahaman global tentang Indonesia dan menjadikan kebudayaan kita sebagai sumber ilmu pengetahuan yang hidup," tutup Fadli Zon.
(anl/ega)