Lampung -
Bermula dari kandang sederhana berpagar bambu, usaha peternakan Telaga Rizki 21 kini tumbuh menjadi sentra olahan susu kambing yang produknya menembus pasar e-commerce dan toko modern. Semua berawal dari mimpi seorang peternak bernama Winarko Heri Setiono untuk memiliki usaha yang bukan hanya menafkahi keluarga, tapi juga bermanfaat bagi banyak orang.
"Jadi bisnisnya adalah peternakan kambing perah dan pengolahan susu kambing. Jadi usaha kami di Telaga Rizki ini dulu kami mulai dari tahun 2017," ujar Winarko saat ditemui wartawan di Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S) Telaga Rizky 21, Kota Metro, Lampung, Selasa (11/11/2025)
Winarko memulai Telaga Rizki 21 bukan dari modal besar, melainkan dari sebuah doa dan keinginan sederhana. Ia ingin punya usaha rumahan yang bisa dikerjakan dengan tangannya sendiri, cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan memberi manfaat bagi orang lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebetulnya konsep awalnya gini, saya itu memohon bisa punya usaha di rumah yang bisa saya kerjakan dengan kemampuan saya sendiri, bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga tapi juga bisa bermanfaat buat orang lain. Terus ketemu lah nama Telaga Rizki ini, kira-kira gitu. Jadi itulah mimpi pertama," kisahnya.
Mimpi itu kemudian diwujudkan lewat pembangunan kandang pertama sepanjang 18 meter. Namun ujian pun datang, uang habis sebelum ada satu pun kambing dibeli. Dalam kondisi serba pas-pasan itu, Winarko memilih untuk tidak menyerah. Ia mulai mencari teman-teman yang bersedia membantu, dengan sistem bagi hasil yang ia rancang sendiri.
"Pak Tio, saya mau ada kandang nih. Bisa nggak kita kerja sama sampean taruh kambing, nanti saya gemukan 3 bulan, hasilnya kita bagi dua," kenangnya kepada seorang rekan.
Dalam skema ini, pakan ditanggung sepenuhnya oleh Winarko, dan jika ada kambing yang mati, ia sendiri yang menanggung kerugiannya. Cara itu ternyata menarik minat beberapa orang. Sekitar 25-30 ekor kambing akhirnya dititipkan kepadanya untuk digemukkan. Selama tiga bulan ia bekerja keras memelihara dan menjualnya kembali.
"Saya untung nggak? Ya nggak secara duit. Karena apa? Ya pakannya kan habis. Terus ganti ada yang mati 1, udah habis," kenangnya.
Meski tak mendapat keuntungan finansial, ia justru memperoleh pelajaran penting. Dari pengalaman pertama itu, Winarko mencatat setiap detail, mulai dari jenis pakan, pola perawatan, hingga perbedaan karakter kambing. Ia terus menganalisis mana yang paling efisien dan menguntungkan.
"Dari 3 bulan itulah saya mencatat, menganalisa. Apa sih kelemahan, kelebihannya. Terus apa nih jenis kambing yang memang bisa profit gitu ya yang setiap hari," ujarnya.
Bantuan Modal dari Pertamina
Tahun 2020 menjadi titik balik. Tanpa disangka, ia dikunjungi tim Pertamina yang tertarik pada usahanya. Dari sana, ia mengetahui adanya program Corporate Social Responsibility (CSR) yang bisa membantu penguatan modal dan peningkatan kapasitas usaha.
"(Awalnya) saya nggak tahu ada pembina yang datang ke sini, kemudian diskusi, menanyakan tentang kegiatan kami. Dan rupanya saya baru tahu kalau di Pertamina juga ada memberikan support dalam bentuk CSR," ujarnya.
Melalui program tersebut, Telaga Rizki 21 menerima bantuan modal sebesar Rp150 juta. Dana itu digunakan untuk memperbesar kandang, membeli bibit kambing unggul, dan memperkuat sistem produksi.
"Jadi pada waktu itu kami dibantu nominalnya Rp150 juta untuk mengembangkan usaha. Sehingga penguatan modal yang diberikan itu kami gunakan untuk memperbesar usaha kami," kata Winarko.
UMKM Binaan Pertamina Foto: dok. Akfa Nasrulhak/detikcom
Bantuan tak berhenti di situ. Pertamina juga memberikan pelatihan digital marketing dan membantu promosi produk melalui berbagai pameran, termasuk SMEXPO Bandar Lampung.
"Selain penguatan modal juga kita diberikan kesempatan untuk peningkatan SDM maupun pemasaran produk," ujarnya.
Dampaknya terasa nyata. Dari kandang bambu, kini Telaga Rizki 21 memiliki fasilitas peternakan yang lebih modern dan produk susu olahan yang beragam mulai dari susu pasteurisasi, yoghurt, kefir, keju, hingga susu bubuk.
"Kami juga disambungkan atau difasilitasi untuk masuk ke toko modern. Jadi produk kita yang udah jadi itu kita juga diarahkan atau dijembatani untuk masuk di retail modern," ungkap Winarko.
Di bagian hulu, Telaga Rizki 21 memproduksi sendiri pakan ternak berbasis limbah pertanian dan mengelola kotoran kambing menjadi pupuk organik padat dan cair.
"Di farm itu selain mengolah pakan sendiri, kemudian kita mengolah limbah pupuk, itu menjadi pupuk organik padat maupun pupuk organik cair," ujarnya.
Peningkatan kualitas kambing dan kapasitas produksi berimbas langsung ke pendapatan. Kini, omzet Telaga Rizki 21 bisa mencapai Rp 40-45 juta per bulan, bahkan sempat menembus Rp60 juta.
"Kalau sebelum ada Pertamina ya, omsetnya mungkin kisaran Rp10-15 juta, karena kita baru tumbuh," kata Winarko.
Selain itu, lanjutnya, produktivitas susu juga naik berkali lipat. Awalnya mulai dari 2 sampai 5 liter per hari kina bisa sampai 20 liter per hari.
"Sampai sekarang bahkan kita menampung dari farm kita sendiri bisa 40 sampai 50 liter. Dan dari teman-teman yang lain itu bisa seratusan liter per hari," jelasnya.
Usaha ini juga membuka lapangan kerja bagi warga sekitar, terutama ibu rumah tangga dan single parent.
"Pekerjaan di sini kan dia pekerjaannya itu lebih cenderung seperti pekerjaan ibu rumah tangga. Enggak berat tapi kontinu gitu," ujarnya.
Kini Telaga Rizki 21 memiliki sekitar 150 ekor kambing di peternakan utama. Limbah kotoran kambing diolah menjadi ribuan karung pupuk setiap bulan, dengan harga jual Rp 10 ribu hingga Rp15 ribu per karung.
Lebih dari sekadar bisnis, bagi Winarko, Telaga Rizki 21 punya filosofi hidup.
"Telaga rizki itu seperti sebuah telaga, telaga yang menampung sebegitu banyak air, sebegitu banyak luasnya rezeki, itu ditampung dalam satu wadah di telaga itu. Kemudian air atau rezeki yang ada itu dia bisa bermanfaat," katanya.
Ke depan, Winarko berharap produknya bisa berkontribusi untuk program pemerintah seperti Makan Bergizi (MBG). Sehingga pihaknya bisa men-supply ke masing-masing SPPG baik di Metro maupun di tempat lain dalam pengembangan usaha.
"Harapan kami tentunya sebagai produsen susu kambing, kami juga berharap bisa berkontribusi dalam program pemerintah makan bergizi. Sehingga nanti dengan diterimanya produk kita di MBG ini tentunya peternak-peternak baru akan muncul secara masif. Dan ekonomi rakyat tentunya akan lebih bisa berkembang sampai ke akar rumput," pungkas Winarko.
(prf/ega)

















































