Jakarta, CNBC Indonesia - Aktivitas manufaktur Indonesia akhirnya melesat di Oktober 2025 melanjutkan fase ekspansif yang semakin kuat.
Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Senin (3/11/2025) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia ada di 51,2 pada Oktober 2025 atau mengalami ekspansi. Laju ekspansi ini adalah lebih tinggi dibadingkan September 2025 yang ada di angka 50,4.
Melesatnya PMI ini juga menjadi kabar baik setelah sebelumnya, PMI sudah terkontraksi sebesar 46,7 di April, kemudian 47,4 di Mei, berlanjut di Juni (46,9), dan Juli (49,2).
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.
Laporan S&P Gobal menjelaskan sektor manufaktur Indonesia mencatat perbaikan ringan dalam kondisi operasional pada awal kuartal IV 2025.
Hasil survey menunjukkan ekspansi ringan dalam kondisi operasi pabrik dan memperpanjang tren pertumbuhan menjadi tiga bulan berturut-turut.
Kenaikan pesanan baru selama tiga bulan berturut-turut bertepatan dengan stabilnya level produksi, serta mendorong meningkatnya aktivitas pembelian dan perekrutan tenaga kerja.
Bahkan, peningkatan jumlah tenaga kerja pada Oktober merupakan yang tertinggi sejak Mei.
Dari sisi harga, pelaku manufaktur Indonesia melaporkan percepatan lebih lanjut pada inflasi harga input. Rata-rata beban biaya naik pada laju tercepat dalam delapan bulan, dipicu oleh peningkatan harga bahan baku.
"Perbaikan kinerja sektor manufaktur Indonesia menguat pada awal kuartal IV 2025, memberi sinyal positif untuk beberapa bulan ke depan. Kondisi permintaan cukup solid, tercermin dari kenaikan penjualan yang turut mendorong peningkatan tenaga kerja dan aktivitas pembelian," tutur Usamah Bhatti, Ekonom di S&P Global Market Intelligence, dikutip dari website S&P.
Namun, volume produksi sedikit tertinggal, berada pada level netral karena beberapa produsen mengaku telah menghabiskan persediaan barang jadi terlebih dahulu.
Tekanan harga tetap tinggi, dengan produsen melaporkan lonjakan beban biaya rata-rata paling tajam dalam delapan bulan akibat naiknya harga bahan baku.
"Meski begitu, perusahaan enggan sepenuhnya membebankan kenaikan biaya tersebut kepada pelanggan, sehingga harga jual pabrik hanya naik tipis demi menjaga daya saing." Ujar Usamah.
Pesanan Domestik Naik, Perusahaan Menambah Tenaga Kerja
Pendorong utama kenaikan di bulan Oktober adalah percepatan pertumbuhan permintaan produk manufaktur Indonesia. Pesanan baru meningkat untuk bulan ketiga beruntun, dengan laju pertumbuhan tertinggi sejak Maret (setara dengan Agustus).
Responden survei menyebut aktivitas pasar domestik membaik dan mendorong klien lokal meningkatkan pemesanan.
Sebagai catatan, laju produksi domestik biasanya memang selalu meningkat di kuartal terakhir karena perusahaan menyiapkan lonjakan konsumsi di akhir tahun.
Data menunjukkan ekspansi ini didorong oleh pasar domestik, karena pelaku manufaktur mencatat penurunan pesanan ekspor baru untuk bulan kedua berturut-turut di tengah lemahnya permintaan global.
Peningkatan penjualan mendorong perusahaan memperbesar kapasitas, dengan jumlah tenaga kerja naik untuk bulan ketiga berturut-turut dan menjadi kenaikan tercepat dalam lima bulan.
Output pabrik Indonesia relatif tidak berubah dibandingkan September, setelah mengalami penurunan ringan pada survei sebelumnya.
Di perusahaan yang melaporkan kenaikan produksi, peningkatan terutama didorong oleh peningkatan pesanan baru, meski tertahan oleh lemahnya permintaan luar negeri.
Perusahaan juga menyebutkan bahwa stok yang ada digunakan untuk memenuhi pesanan masuk, sehingga persediaan pascaproduksi turun tipis secara bulanan.
Tekanan kapasitas produksi tercatat rendah, terlihat dari penurunan pekerjaan tertunda (backlogs of work) untuk ketujuh kalinya secara beruntun pada Oktober. Namun, laju penurunannya tipis dan menjadi yang paling lambat sejak Juni.
Awal kuartal IV juga menunjukkan meningkatnya aktivitas pembelian di kalangan produsen barang Indonesia. Pembelian input naik untuk ketiga kalinya, meskipun masih dalam skala moderat.
Di saat yang sama, persediaan bahan baku juga meningkat, karena beberapa perusahaan memilih menimbun input sebagai respons atas peningkatan permintaan dan kebutuhan produksi.
Data Oktober juga menandakan adanya tekanan pada pemasok, dengan laporan mengenai keterlambatan pengiriman dan perbaikan jalan. Akibatnya, waktu pengiriman rata-rata kembali memanjang untuk pertama kalinya dalam tiga bulan.
Tekanan biaya pabrik meningkat tajam di awal kuartal terakhir. Responden secara luas mengaitkan kenaikan beban biaya terbaru dengan naiknya harga bahan baku, dengan tingkat inflasi harga input menjadi yang tertinggi sejak Februari.
Meski demikian, perusahaan hanya menaikkan harga jual secara tipis sebagai upaya menjaga daya saing harga.
Ke depan, tingkat kepercayaan terhadap prospek 12 bulan ke depan menurun dibandingkan September dan berada di bawah rata-rata historis. Namun demikian, indeks prospek output (Future Output Index) tetap menunjukkan optimisme yang kuat untuk tahun mendatang, didorong oleh ekspektasi perbaikan permintaan dan peluncuran produk baru.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mae/mae)


















































