Tersangka kasus korupsi e-KTP Paulus Tannos mengajukan praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ini merupakan babak baru perlawanan Paulus Tannos yang masih ditahan oleh otoritas Singapura usai ditangkap awal tahun ini.
Sebagai informasi, Paulus Tannos ditetapkan KPK sebagai tersangka karena perannya sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthapura pada tahun 2019. Dalam kasus e-KTP, perusahaan Tannos itu disebut menyusun peraturan teknis proyek e-KTP sebelum lelang proyek dimulai.
Paulus Tannos ditetapkan tersangka meski keberadaannya tak diketahui di mana. KPK menduga Tannos melakukan kongkalikong dalam pengadaan proyek e-KTP. Tannos diduga mengatur pertemuan-pertemuan yang menghasilkan peraturan teknis bahkan sebelum proyek dilelang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tersangka PLS (Paulus Tannos) juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johanes Marliem, dan Tersangka ISE (Isnu Edhi Wijaya) untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5 persen sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kementerian Dalam Negeri," jelas Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pada saat itu.
KPK juga menduga perusahaan Paulus Tannos mendapat keuntungan hingga ratusan miliar rupiah. Peran Paulus Tannos ini juga masuk dalam putusan mantan Ketua DPR Setya Novanto, yang kini telah bebas bersyarat.
Selama 2019, KPK terus mencari keberadaan Paulus Tannos. Hingga pada 2023 KPK menemukan fakta bahwa Tannos sudah mengganti namanya menjadi Tjhin Thian Po dan sudah mengganti kewarganegaraannya.
KPK sempat mendeteksi Tannos berada di Thailand. Namun, KPK gagal membawa pulang Tannos karena ada keterlambatan penerbitan red notice saat itu.
Pada awal 2025, KPK menyebutkan Paulus Tannos telah ditangkap di Singapura. Penangkapan dilakukan oleh pihak Singapura atas permintaan pemerintah Indonesia.
"Benar bahwa Paulus Tannos tertangkap di Singapura dan saat ini sedang ditahan," kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto saat dimintai konfirmasi, Jumat (24/1/2025).
KPK menyatakan status WNI Paulus Tannos belum dicabut. Meski demikian, kata KPK, Tannos memiliki paspor Guinea-Bissau.
Tannos sendiri masih berada di Singapura. Dia menjalani proses yang mirip dengan sidang praperadilan.
Pemerintah Indonesia telah mengupayakan ekstradisi agar Tannos bisa diadili di Indonesia. Namun, Tannos tidak kunjung menunjukkan sikap koperatif. Dia terus meminta ditangguhkan penahanan dan menolak dikembalikan ke Indonesia.
Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional Ditjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum (Kemenkum), Agvirta Armilia Sativa, mengatakan Paulus Tannos berkali-kali meminta penangguhan penahanan di Singapura. Dia mengatakan Paulus beralasan sedang sakit.
"Dari yang bersangkutan memang sudah berkali-kali. Itu berkali-kali berbagai upaya terkait dengan (alasan) kesehatan disampaikan oleh beliau," kata Agvirta di Kantor Kemenkum, Jakarta Selatan, Senin (6/10/2025).
Agvirta mengatakan otoritas Singapura telah menolak seluruh permintaan penangguhan penahanan itu, termasuk dalam sidang bail atau sidang jaminan. Singapura menyatakan fasilitas kesehatan yang ada di tahanan cukup.
Pemerintah belum bisa memastikan kapan proses sidang Paulus Tannos di Singapura tuntas. Pengadilan Singapura juga diketahui telah menolak keterangan saksi ahli yang diajukan Paulus Tannos.
Paulus Tannos Ajukan Praperadilan
Terbaru, Paulus Tannos mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. KPK yakin hakim akan mengadili gugatan itu secara objektif.
Gugatan Tannos itu didaftarkan pada Jumat (31/10) dengan nomor perkara 143/Pid.Pra/PN JKT.SEL. Sidang perdana bakal digelar Senin (10/11) mendatang.
"KPK sebagai pihak termohon tentu akan menyiapkan jawaban atas permohonan praperadilan tersebut," kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Senin (3/11/2025).
Budi meyakini hakim dalam praperadilan bakal bertindak objektif. Dia mengatakan KPK berkomitmen menuntaskan kasus korupsi e-KTP.
"Kami meyakini objektivitas dan independensi hakim dalam memutus pra-peradilan ini nantinya. Kami juga meyakini komitmen penegakan hukum yang mendukung upaya-upaya pemberantasan korupsi," jelasnya.
Budi menjelaskan korupsi pengadaan e-KTP menimbulkan kerugian negara dalam jumlah yang besar. Selain itu, kasus ini berdampak pada terhambatnya pelayanan publik di sektor kependudukan ini.
"KPK pastikan bahwa dalam melaksanakan penegakan hukum tindak pidana korupsi, selalu berpedoman dan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga KPK menjamin legalitas segala tindakan penyelidikan dan penyidikan, serta keabsahan segala alat bukti yang didapatkan dalam penanganan perkara tersebut," ujarnya.
Saksikan Live DetikPagi:
(haf/fas)


















































