Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan terus melakukan pembinaan terhadap pelaku usaha perikanan budi daya air tawar, termasuk dalam pemberian antibiotik dan vaksin.
KKP memastikan bahwa penggunaan obat ikan dalam budi daya perikanan di Indonesia telah diatur secara ketat melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 19 Tahun 2024.
Salah satu poin utama dalam regulasi tersebut adalah penetapan daftar zat aktif yang diperbolehkan dalam budi daya ikan. Saat ini, hanya enam zat aktif yang diizinkan, yaitu klortetrasiklin, tetrasiklin, oksitetrasiklin, enrofloksasin, sulfadiazine, dan eritromisin. Selain dari daftar tersebut, zat aktif lainnya dilarang untuk digunakan dalam perikanan budi daya.
"Lebih lanjut, penggunaan obat ikan, termasuk antibiotik, yang telah terdaftar di KKP harus mengikuti aturan ketat. Antibiotik hanya diperbolehkan diberikan melalui perendaman atau dicampur dalam pakan ikan," kata KKP melalui keterangan resmi yang diterima CNBC Indonesia, Rabu (26/3/2025).
Adapun metode injeksi pada ikan hanya dapat dilakukan untuk vaksin, bukan untuk pemberian antibiotik. Menurut KKP, penggunaan antibiotik yang diperbolehkan harus sesuai dengan dosis yang tepat, dalam jangka waktu yang ditentukan, serta memperhatikan masa henti (withdrawal time) sebelum panen guna memastikan keamanan produk perikanan yang dihasilkan.
KKP juga secara rutin melakukan pemantauan residu antibiotik pada komoditas ikan air tawar, termasuk ikan lele, di berbagai daerah sentra produksi seperti Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan beberapa provinsi lainnya.
Berdasarkan hasil uji residu pada 2023 dan 2024, tidak ditemukan adanya residu oksitetrasiklin dan kloramfenikol pada sampel ikan lele yang diuji.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyoroti laporan yang diperolehnya soal klaim hampir 100 persen ikan lele diinjeksi obat antibiotik. Hal ini diungkapkannya terkait sejumlah penyebab melonjaknya kasus gagal ginjal kronik.
"Tahun 2024 ini mencapai Rp 11 triliun, cukup besar untuk seluruh penyakit gagal ginjal kronik, ini baru yang hanya tercover BPJS saja," ujarnya dikutip dari Detik.com, Sabtu (15/3/2025).
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini: