Investor Berbondong-Bondong Buru Surat Utang, Dunia di Tepi Jurang?

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar surat utang pemerintah global tengah mengalami reli dalam beberapa waktu terakhir, termasuk di pasar obligasi Tanah Air.

Fenomena ini tercermin dari penurunan imbal hasil (yield) obligasi tenor 10 tahun di sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, Australia, dan Kanada.

Melansir data Refinitiv, yield US Treasury 10 tahun (US10Y) pada perdagangan Kamis (14/10/2025) tercatat turun 0,72% ke level 4,022% atau melemah 2,9 basis poin (bps) dalam sehari. Penguatan harga obligasi juga terjadi di Inggris, di mana yield obligasi pemerintah (GB10Y) merosot 1,48% ke level 4,593%, atau turun 6,9 bps dibandingkan hari sebelumnya.

Kondisi serupa terjadi di beberapa negara maju lainnya. Imbal hasil obligasi Prancis (FR10Y) turun dari 3,478% menjadi 3,407%, atau melemah sekitar 7,1 bps.

Sementara yield obligasi Australia (AU10Y) anjlok dari 4,371% menjadi 4,258%, atau turun 11,3 bps, menjadi salah satu penurunan terdalam di antara yang lainnya. Adapun yield obligasi Kanada (CA10Y) juga bergerak lebih rendah, dari 3,169% ke 3,155%, atau turun 1,4 bps.

Sebagai catatan, hubungan antara harga dan imbal hasil obligasi bersifat berbanding terbalik. Artinya, ketika imbal hasil turun, harga obligasi naik. Hal ini menandakan investor tengah memburu aset surat utang pemerintah.

Penyebab Reli di Pasar Obligasi Global

Reli di pasar obligasi global didorong oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah ketegangan dagang antara AS dan China yang kembali memanas. Hal ini membuat pelaku pasar berbondong-bondong mencari perlindungan di aset aman seperti obligasi pemerintah.

Lonjakan permintaan tersebut mendorong harga obligasi naik dan menekan yield ke level yang lebih rendah.

"Penurunan yield di pasar negara maju sangat luas dan menjadi cerminan flight to safety akibat meningkatnya volatilitas di aset berisiko," ujar Marc Ostwald, Kepala Ekonom dan Global Strategist di ADM Investor Services London, dikutip dari CNBC International.

Selain faktor perdagangan, reli di pasar obligasi juga dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran politik dan ekonomi di sejumlah negara.

Di Inggris, kenaikan tingkat pengangguran menimbulkan kekhawatiran terhadap prospek pertumbuhan ekonomi. Di Eropa, ketidakstabilan politik di Prancis turut menekan sentimen investor, sementara di Amerika Serikat, penutupan sebagian pemerintahan atau government shutdown yang menambah ketidakpastian di pasar keuangan AS hingga global.

Menurut Ostwald, kondisi tersebut diperburuk oleh tingginya rasio utang pemerintah di negara-negara maju yang hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan.

Ia menambahkan, pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia pekan ini berpotensi menjadi katalis tambahan bagi pasar obligasi global, terutama jika muncul sinyal pelonggaran aturan modal perbankan yang dapat mendorong pembelian surat utang pemerintah AS.

Pasar Obligasi Tanah Air

Sejalan dengan reli yang tengah terjadi di pasar obligasi global, pasar surat utang pemerintah Indonesia (SBN) juga menunjukkan kinerja positif dalam beberapa pekan terakhir.

Berdasarkan perdagangan Selasa (14/10/2025), SBN tenor 10 Tahun turun hingga 0,96% ke level 6,056% sekaligus menjadi level terendah sejak Januari 2021 atau lebih dari empat tahun.

Reli di pasar surat utang Indonesia tak lepas dari kebijakan dovish Bank Indonesia (BI) yang kembali menegaskan prioritas pada pertumbuhan ekonomi.

Pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) Oktober 2025, BI secara tak terduga kembali menurunkan suku bunga acuan. Langkah yang menjadi sinyal kuat bagi pasar bahwa fokus kebijakan kini beralih dari stabilitas nilai tukar menuju dukungan terhadap pemulihan ekonomi domestik.

Nada dovish ini memberi ruang bagi harga obligasi pemerintah untuk terus menguat, seiring meningkatnya keyakinan investor terhadap arah kebijakan moneter yang longgar. Permintaan tinggi dari investor domestik juga menjadi faktor utama yang menopang reli di pasar SBN.

Permintaan Domestik Meningkat

Data terbaru menunjukkan lonjakan permintaan pada lelang Surat Berharga Negara (SBN), Selasa (7/10/2025) di mana pemerintah berhasil menjual Rp28 triliun obligasi, melampaui target Rp23 triliun.

Rasio bid-to-target tercatat menjadi yang tertinggi dalam dua bulan terakhir yang menunjukkan antusiasme investor lokal terhadap instrumen berbasis rupiah di tengah pelemahan dolar.

Kuatnya minat domestik ini juga membantu menyeimbangkan keluarnya dana asing dari pasar obligasi, di tengah kekhawatiran investor global terhadap dinamika fiskal dan politik di negara berkembang menjelang tahun pemilu.

Didukung oleh Likuiditas

Menurut laporan The Focal Point yang dirilis oleh BCA Research pada Selasa (14/10/2025), pergerakan positif ini dipicu salah satunya adalah upaya pemerintah mempercepat realisasi belanja negara, serta secara langsung menyuntikkan dana ke sistem keuangan.

"Perbaikan likuiditas mendorong bank-bank domestik untuk kembali membeli Surat Berharga Negara (SBN), sehingga menekan yield dan mendorong harga obligasi naik," tulis BCA Research.

Kondisi likuiditas yang membaik ini menciptakan efek relokasi dana. Kenaikan likuiditas mendorong peralihan dana ke instrumen obligasi, sebelum sebagian investor berpotensi kembali beralih ke pasar saham.

Modal Asing Kembali Masuk

Selain dukungan domestik, BCA Research juga mencatat adanya pergeseran sentimen investor asing. Setelah sempat mengalami net outflow selama beberapa bulan, aliran dana asing mulai kembali masuk ke pasar keuangan Indonesia.

Dalam sepekan terakhir, tercatat adanya inflow asing sebesar US$193,6 juta ke pasar obligasi. Masuknya modal asing ini didorong oleh persepsi positif terhadap stabilitas ekonomi makro Indonesia dan tingkat inflasi yang rendah.

BCA Research menyimpulkan bahwa kombinasi dari berbagai faktor tersebut telah menciptakan lingkungan yang sangat kondusif bagi pasar surat utang Indonesia.

"Kombinasi kebijakan moneter yang longgar, perbaikan likuiditas, dan stabilitas makro menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pasar surat utang Indonesia," tutup laporan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |