Fenomena 30 Tahun: Cadangan Emas Global Lampaui Surat Utang AS

5 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank-bank sentral dunia kini lebih memilih untuk menumpuk emas dan meninggalkan surat utang Amerika Serikat (AS), instrument yang dulu dianggap "sakti".

Untuk pertama kalinya sejak 1996 atau 30 tahun, cadangan emas bank sentral asing melampaui kepemilikan mereka atas surat utang pemerintah AS (U.S. Treasury).
Pembelian emas yang terus berlanjut dan meningkatnya risiko utang AS mendorong perubahan komposisi cadangan devisa ke arah aset-aset keras (hard assets).

Runtuhnya sistem Bretton Woods pada dekade 1970-an tidak serta merta menjatuhkan posisi dolar Amerika Serikat (AS) sebagai mata uang dominan di dunia.

Lonjakan suku bunga dan kebangkitan petrodolar setelah peristiwa tersebut, mendorong para pengelola cadangan devisa untuk mengalihkan investasi mereka ke obligasi AS. Selain itu, kedalaman pasar dan likuiditas dolar AS semakin memperkuat posisi surat utang AS sebagai aset pilihan pada periode 2000-an.

Namun, kondisi ini mulai goyah di tahun 2022, dimana bank-bank sentral di penjuru dunia mulai meningkatkan pembelian emas mereka. Pada saat itu, pembelian emas bahkan mencetak rekor tertinggi di angka 1.136 ton, dan terus menunjukkan tren positif di tahun-tahun berikutnya.

Eskalasi ketegangan geopolitik dan ketidakpastian turut mendorong permintaan terhadap aset safe haven, khususnya emas.

Untuk pertama kalinya dalam tiga dekade terakhir, cadangan emas bank-bank sentral dunia kini telah melampaui kepemilikan mereka atas obligasi Amerika Serikat.

Hampir seperlima dari seluruh emas dunia saat ini dipegang oleh bank sentral. Fenomena ini menunjukkan transformasi dari ketergantungan pada aset berdenominasi dolar AS menuju kepemilikan aset riil seperti emas.

Rentetan peristiwa ini yang kemudian berkontribusi atas melonjaknya harga emas dunia, yang sudah menyentuh US$4.000 per troy ons pada Rabu kemarin (8/10/2025).

Dominasi emas terhadap obligasi AS menandakan bahwa pengelola cadangan devisa saat ini lebih memprioritaskan daya tahan dan netralitas dibandingkan imbal hasil.

Selain itu, peningkatan porsi emas dalam cadangan devisa paling mencolok terjadi di negara-negara emerging market. Hal ini terjadi karena logam mulia tersebut dianggap sebagai alternatif yang lebih aman dibandingkan mata uang yang memiliki beban utang tinggi seperti dolar AS.

Sejak 

(mae)

Read Entire Article
Kepri Bersatu| | | |