Jakarta, CNBC Indonesia - Siapa sangka, batu nisan buatan Indonesia ternyata laris manis di pasar global, terutama di Amerika Serikat. Di tengah dominasi ekspor batu bara, kelapa sawit, dan produk manufaktur lainnya, batu nisan justru menjadi komoditas yang cukup diperhitungkan.
Dengan kode HS 68029900, produk ini mencakup batu monumen atau bangunan yang telah diolah, selain dari granit, batu kapur, marmer, travertine, dan alabaster. Meski terdengar unik, nyatanya permintaan batu nisan asal Indonesia terus mengalir deras ke berbagai negara, dengan AS sebagai pembeli terbesar.
Menurut BPS, nilai ekspor batu nisan Indonesia mengalami fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir. Tren ekspor menunjukkan peningkatan signifikan pada 2021, mencapai US$22,4 juta, sebelum mengalami penurunan drastis pada tahun-tahun berikutnya.
Pada 2022 dan 2023, nilai ekspor turun ke kisaran US$14- 15 juta, sedikit membaik pada 2024, meskipun belum kembali ke level tertinggi yang pernah dicapai. Perubahan ini mengindikasikan adanya dinamika pasar yang cukup kompleks, di mana faktor ekonomi global, persaingan industri, serta kebijakan perdagangan turut mempengaruhi kinerja ekspor.
Amerika Serikat mendominasi sebagai importir utama batu nisan Indonesia dengan nilai ekspor lebih dari US$6,5 juta pada 2024. Jepang juga mencatat permintaan yang cukup tinggi, diikuti oleh negara-negara Eropa seperti Belanda dan Spanyol, serta Brasil di Amerika Selatan.
Amerika Serikat, sebagai pasar terbesar, memiliki permintaan tinggi terhadap batu nisan berkualitas dengan harga kompetitif, menjadikan Indonesia sebagai salah satu pemasok utama. Sementara itu, negara-negara seperti Jepang dan Belanda cenderung memilih batu nisan dengan spesifikasi tertentu yang sesuai dengan tren dan preferensi masyarakat setempat.
Tingginya ekspor batu nisan Indonesia ke pasar global dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah kualitas produk yang diakui secara internasional, di mana batu nisan Indonesia dikenal memiliki ketahanan tinggi dengan desain yang memenuhi standar global.
Selain itu, harga yang lebih kompetitif dibandingkan produk serupa dari negara lain menjadi daya tarik tersendiri bagi importir. Keunggulan ini diperkuat dengan ketersediaan bahan baku yang melimpah di Indonesia, memungkinkan produksi dalam skala besar dengan biaya yang relatif lebih rendah. Hubungan perdagangan yang stabil dengan negara tujuan ekspor juga turut mempermudah penetrasi pasar dan menjaga arus distribusi tetap lancar.
Untuk mempertahankan dan meningkatkan daya saing di pasar internasional, pelaku industri batu nisan di Indonesia perlu melakukan berbagai strategi. Diversifikasi pasar menjadi langkah yang krusial, mengingat ketergantungan pada beberapa negara tujuan utama dapat menjadi risiko ketika permintaan di negara tersebut melemah. Inovasi dalam desain dan peningkatan kualitas produk juga harus terus dilakukan agar tetap relevan dengan permintaan global.
Selain itu, promosi yang lebih agresif melalui pameran internasional dan platform digital dapat membantu memperluas jangkauan pasar serta menarik lebih banyak pembeli potensial.
CNBC Indonesia Research
(emb/wur)